INTEGRASI KAWASAN PERBATASAN DALAM KURIKULUM

Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia membuat seluruh rakyat Indonesia terhenyak. Lemahnya bukti penguasaan efektif (effective occupation) kawasan perbatasan menjadi poin utama penyebab kekalahan Indonesia di Sidang Mahkamah Internasional, di Den Haag (2002). Peristiwa itu mengilhami penulis mengemas materi kawasan perbatasan sebagai tema utama naskah buku dan menjadi salah satu pemenang Sayembara Penulisan Naskah Buku Pengayaan Pusat Perbukuan Depdiknas 2008.
Pengetahuan tentang geografis Indonesia diajarkan di lembaga sekolah belum beranjak dari sekitar letak Indonesia yang diapit oleh dua samudera dan dua benua serta letak astronomis 95 BT -141 BT dan 6 LU – 11 LS, selebihnya profil negara tetangga. Ada materi penting yang terlupakan, yakni kawasan perbatasan.

Akibatnya ketika terjadi sengketa blok Ambalat – daerah kaya minyak bumi – dengan Malaysia, masyarakat Indonesia sulit memperoleh gambaran secara pasti daerah Ambalat secara faktual apakah berupa hutan belantara, perkampungan, atau lautan. Bukan saja orang awam, para pejabat pun disibukkan mencari literatur maupun ensiklopedi tentang posisi Ambalat sebenarnya.


Hal ini terjadi akibat informasi kawasan perbatasan terabaikan. Sejatinya keberadaan pulau atau daerah di tapal-batas amatlah penting bagi rakyat Indonesia, karena di sanalah kedaulatan negara bermula.

memetakan pulau terluar
Diilhami kasus Sipadan-Ligitan maka lahirnya PP No. 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT). Dalam PP disebutkan, setidaknya ada 92 pulau terluar berpenghuni atau tidak tersebar di 20 provinsi dan 38 kabupaten berhadapan langsung dengan 9 negara asing. Dari semua itu, 12 pulau sangat rentan diklaim pihak asing.

Akan tetapi, untuk mendapatkan informasi nama, letak maupun profil pulau-pulau terluar, seperti: P. Nipah, P. Berhala, atau P. Sekatung teramat sulit. Lebih memprihatinkan, Atlas Indonesia untuk Pelajar seakan ”tidak percaya diri” untuk menampilkan 92 pulau yang dimaksud PP di atas. Hal itu dimentahkan oleh pengetahuan berkembang selama ini dalam pelajaran geografi masih menempatkan P. Weh (Sabang) pulau paling barat, padahal masih ada pulau lebih barat lagi yakni, P. Rondo berbatasan dengan India. Begitu pula pulau terselatan masih tertulis P. Rote, padahal ada P. Dana dan di utara P. Miangas berbatasan Filipina. Namun ironinya, keberadaan pulau-pulau tsb bila dicermati, tidak termuat pada Atlas Indonesia.

Oleh karena itu, penulis memandang perlu bahwa penerbitan Atlas Indonesia setelah PP No. 78/2005 wajib memunculkan nama dan letak 92 pulau terluar secara pasti. Jika diperlukan memperbesar skala dengan kotak inzet. Letak ke-92 pulau secara akurat dapat merujuk peta terbitan Bakosurtanal atau Dinas Topografi TNI-AD.

Bila diibaratkan sabuk lingkaran, ke-92 pulau mengelilingi wilayah RI sebenarnya mudah dipetakan bahkan dihapalkan. Dengan mengikat P. Rondo (Aceh) sebagai titik awal, maka titik-titik selanjutnya searah jarum jam yakni: P.Berhala (di selat Malaka)–P.Nipah, P.Sekatung (Kepri)–P.Sebatik(Kaltim)–P. Miangas (Sulut)–P.Brass (sebelah utara Papua)–P. Kolepom (sebelah selatan Papua)–P.Selaru, P. Sermata (Maluku)–P. Alor, P. Dana (NTT)–P. Nusakambangan (Jateng)-P. Enggano (Bengkulu) – berakhir di P. Simeulucut (Aceh).

Begitu pun saat menampilkan profil Provinsi Papua, gugusan kepulauan Mapia (terasing 280 km utara P. Biak) seyogianya dimunculkan dalam inzet. Meskipun relatif kecil dan berpenduduk kurang 100 jiwa, namun cukup strategis. Berkat Kepualaun Mapia luas wilayah RI bertambah ribuan kilometer persegi juga benteng kedaulatan RI berhadapan dengan Republik Palau.

Perubahan mindset tentang kawasan perbatasan dari ”daerah pinggiran” menjadi sebuah ”beranda” harus menjadi paradigma ke depan. Kawasan perbatasan ibarat cermin tolok-ukur kemajuan dan kesejahteraan masyarakat suatu negara secara kasatmata di mata tetangganya. Kawasan perbatasan menempati posisi strategis ditinjau dari dimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan. Daerah perbatasan tidak terkelola dapat dijadikan kegiatan kriminal seperti: sarang perompak, ilegal logging, atau penyelundupan senjata. Kehilangan wilayah sendiri sangat mungkin terjadi akibat pencaplokan diam-diam negara lain. Secara hukum internasional, tindakan itu boleh dilakukan oleh sebuah negara terhadap suatu wilayah tidak bertuan (terra nullius).


integrasi dalam kurikulum
Berdasarkan tinjauan di atas, sudah saatnya kawasan perbatasan dintegrasikan untuk memperkaya pengetahuan IPS Geografi melengkapi materi Wawasan Nusantara. Dengan integrasi ini wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan utuh baik daratan dan lautan ditambah kawasan perbatasan. Kawasan perbatasan mencakup a) kawasan darat – pintu pos dan lalu-lintas perbatasan (border post), tanda dan garis batas, potensi dan kehidupan penduduk dua negara tetangga – maupun b) perairan – pulau terluar, potensi laut, potensi gangguan dan menjaga laut, dsb.

Pembelajaran ini bukan saja bentuk pengayaan perihal kemajemukan dan kekayaan bangsa, namun dapat merangsang kecerdasan spasial (dimensi ruang) para pelajar. Dengan kecerdasan ini, pelajar bakal mudah memetakan posisi, demografi maupun keunikan suatu daerah. Kemampuan ini dapat melahirkan kelekatan emosional sebagai satu bangsa. Pada gilirannya mampu membangkitkan semangat keindonesiaan dan membakar jiwa nasionalisme pada generasi muda. Tayangan edukatif berupa petualangan dan ekspedisi daerah pedalaman atau pulau terluar sangat positif menjalin komunikasi dan silaturahmi di antara penduduk sebangsa. Namun pada hal ini, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat perbatasan merupakan bentuk perhatian pemerintah yang sangat dinantikan.

Kesungguhan mengelola daerah sendiri dapat menjadi alat/bukti penguasaan efektif (effective occupation) atas suatu wilayah bila terjadi sengketa. Pemahaman ini pula dapat menjadi daya dorong dan kekuatan perekat seluruh elemen bangsa. Andai saja P. Rondo atau P. Batek dicaplok bangsa asing dapat serta-merta membakar jiwa nasionalisme dan heroisme rakyat Indonesia mempertahankan kedaulatannya – keutuhan NKRI -. Meskipun sebenarnya pulau tsb cukup kecil dan tidak berpenghuni. Berbeda jika tidak kenal, maka tidak akan tumbuh rasa memiliki! (*)

Penulis, Ajeng Kania
Guru SDN Taruna Karya 04 Kec. Cibiru – Bandung
Pemenang II Naskah Buku Pengayaan IPS SD Pusbuk 2008

sumber : http://infomenulis.blogspot.com/2010/05/integrasi-kawasan-perbatasan-dalam.html

Leave a Reply