Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Australian Fisheries
Management Authority (AFMA) menyelenggarakan diskusi di Kuta, Bali belum
lama ini. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk mempersiapkan kegiatan
workshop di berbagai daerah untuk mengupayakan pengelolaan perikanan
yang berkelanjutan di perbatasan Indonesia-Australia.
Diskusi yang diikuti oleh pejabat DKP, AFMA, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Kabupaten terutama dari wilayah Indonesia kawasan Timur
tersebut menyepakati untuk menyelenggarakan workshop secara berangkai di
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua
dan Jawa Timur. Workshop tersebut akan diperuntukkan bagi pejabat
terkait dari provinsi, kabupaten, penyuluh perikanan, dan tokoh nelayan.
Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) DKP, Soenan H.
Poernomo, dalam workshop nantinya akan dijelaskan tentang keberhasilan
kegiatan bersama Indonesia-Australia dalam memerangi illegal fishing,
termasuk patroli bersama di perbatasan dua negara. Juga disampaikan
mengenai program pemberdayaan yang dimungkinkan untuk menjadi mata
pencaharian alternatif bagi nelayan yang semula beroperasi di perbatasan
dua negara.
Sistem penyuluhan perikanan di kabupaten yang akan dijelaskan, karena
metode kampanye pelestarian perikanan dan mencegah illegal fishing ini
adalah melalui kegiatan penyuluhan. Penyuluhan tersebut didukung oleh
alat bantu peta perairan perbatasan yang disepakati oleh kedua negara.
Pada perbatasan Indonesia-Australia terdapat wilayah yang unik,
berdasarkan kesepakatan dua negara. Keunikan tersebut adalah terdapat
wilayah yang tumpang tindih atau overlap antara penerapan dua rezim
penentuan batas laut yang berbeda. Australia menganut rezim lintas
kontinen, sedangkan Indonesia menggunakan rezim zona ekonomi eksklusif.
Dalam aturan internasional terdapat delapan rezim penetapan batas
wilayah. Sehingga dalam penerapannya, telah disepakati bahwa pada
wilayah tersebut Indonesia memiliki jurisdiksi untuk pengelolaan ikan
yang berenang (swimming fisher), sedangan Australia mempunyai jurisdiksi
terhadap biota yang menempel di dasar laut (sedentary fish species),
seperti teripang.
Keunikan lainnya ada wilayah yang disepakati sejak tahun 1974, karena
bentuknya dalam peta seperti gambar peti, maka dikenal dengan wilayah
MoU Box. Walaupun menurut rezim ZEEI (Zona Economi Exklusif Indonesia)
sebetulnya terhitung wilayah Australia, akan tetapi karena di sana
merupakan wilayah penangkapan ikan atau teripang sejak jaman dulu oleh
nelayan Rote, maka khususnya tradisional boleh beroperasi menangkap ikan
di sana. Di gugusan pulau Rashmora tersebut terdapat makam nenek moyang
nelayan Rote, yang sering diziarahi.
sumber : http://www.sinartani.com/komoditas/ikan/2791.html
sumber : http://www.sinartani.com/komoditas/ikan/2791.html