Bangun Pendidikan di Perbatasan!

Salah satu persoalan yang memicu polemik di perbatasan tak lepas dari dunia pendidikan. Selama ini pemerintah terkesan tidak memerhatikan pendidikan di kawasan perbatasan RI-Malaysia, di Kalimantan Barat.

Perbatasan Harus Kuat

Perbatasan : pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih karena dimensi yang terlibat cukup kompleks, seperti pertahanan-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya

Perbatasan Harus Sejahtera

Anggapan yang menyedihkan : Malaysia selama ini mengelola wilayah perbatasan secara lebih baik dibanding Indonesia

Selamatkan Perbatasan

Wilayah perbatasan : merujuk pada problematika masyarakat di wilayah perbatasan yang didominasi oleh minimnya infrastruktur dan rendahnya tingkat ekonomi warga

Archive for 2013

Peringatan Kemerdekaan RI Ke-68 di Papua

MI/Marcelinus Kelen
Bangun Perbatasan - Menyambut hari kemerdekaan yang ke 68 pada Sabtu (17/8/2013), 5 ribu bendera merah putih dipasang di sepanjang perbatasan. Pemerintah Kota Jayapura juga memusatkan upacara perayaan hari kemerdekaan di perbatasan.

Upacara hari kemerdekaan dirayakan di Aceh sampai Papua. Tak terkecuali juga di daerah perbatasan. Salah satunya di Wutung, perbatasan RI dan Papua Nugini.

Pemasangan bendera di wilayah perbatasan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kebangsaan RI bagi masyarakat yang bermukim disepanjang wilayah perbatasan negara RI-PNG.

Sementara itu, pelaksanaan upacara HUT Kemerdekaan RI secara umum di provinsi Papua berlangsung aman. Namun pihak aparat keamanan TNI/Polri tetap berjaga-jaga dengan melakukan siaga satu khususnya di daerah-daerah yang dianggap rawan.

Tepat pukul 10.00 WIT upacara detik-detik proklamasi berlangsung di Stadion Mandala Jayapura ditandai dengan dentuman meriam sebanyak 17 kali.

Bertindak selaku inspektur upacara Gubernur Papua, Lukas Enembe, SH dan Komandan Upacara Letkol (Marinir) Carlos Deda yang sehari- hari Wakil Komandan Marinir Lantamal X Jayapura. Pembacaan teks proklamasi dilakukan Wakil Ketua II DPR Papua, Komarudin Watubun, serta pembacaan UUD 45 oleh Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib.

Peringatan HUT Proklamasi ke 68 tingkat provinsi Papua diikuti TNI/Polri, PNS para pelajar tingkat Perguruan Tinggi, SMU dan SMP serta para pejabat dilingkungan pemerintah daerah provinsi Papua.

Sumber : http://news.detik.com/read/2013/08/17/122215/2332817/10/hari-kemerdekaan-5-ribu-merah-putih-dipasang-di-perbatasan-ri-png Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Setahun Belakangan Masyarakat Perbatasan Kalimantan Sulit Dapat Gula

Foto : Detik
BANGUN PERBATASAN INDONESIA - Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) mengungkapkan sulitnya masyarakat perbatasan di Kalimantan untuk mendapatkan gula. Masalah distribusi yang buruk di luar Pulau Jawa menjadi penyebab masalah ini.

Apegti mempertanyakan tanggung jawab Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Koordinator Perekonomian atas carut marut pengadaan dan distribusi gula di daerah perbatasan Indonesia.

Ketua Apegti Natsir Mansyur mengatakan tiga Kementerian tersebut tidak kunjung menanggapi permasalahan gula konsumsi di perbatasan dan selalu saling lempar tanggung jawab sehingga menimbulkan dampak yang serius. Ia mengatakan, produksi gula konsumsi di Jawa hanya 2,1-2,3 juta ton per tahun, sementara konsumsi gula nasional mencapai 2,9 juta ton per tahun.

"Melihat produksi gula komsumsi hanya dapat diserap oleh konsumen di Jawa, bagaimana dengan konsumen di perbatasan," kata Natsir Senin (29/4/2013)

Natsir mengungkapkan, sudah setahun belakangan masyarakat perbatasan di Kalimantan tidak mendapat distribusi gula dengan baik. Menurutnya disparitas harga gula antara Jawa dan daerah perbatasan begitu tinggi.

"Harga gula konsumsi dari negara tetangga sekitar Rp 10.000/Kg. Sementara harga gula dari Jawa mencapai Rp 13.000/Kg dan itu pun sudah mahal sulit didapatkan pula," katanya.

Selain gula, kata Natsir, kebutuhan pangan lainnya seperti beras, daging sapi dan makanan olahan lebih mudah didatangkan dari negara tetangga dibandingkan dari wilayah Indonesia.

Apegti menilai, pemerintah kurang peka terhadap permasalahan yang terjadi di perbatasan. Karena di sisi lain, apabila regulasi impor gula ini diatur dengan baik maka penyeludupan akan berkurang, pajak bea masuk dapat diperoleh negara, dan tidak akan terjadi lagi perselisihan sesama warga dan aparat.

Pihaknya juga sangat menyangyangkan, dari tahun ke tahun kasus impor gula konsumsi dan pangan lainnya di perbatasan, khususnya di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur itu masih menimbulkan konflik dan tidak ditangani dengan baik oleh ketiga Kementerian terkait.

"Kami harapkan pemerintah bisa melihat kondisi sebenarnya, sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat dengan membuat regulasi atau tata niaga yang baik dalam pemenuhan kebutuhan gula dan bahan pokok sehingga tidak semua barang menjadi ilegal," katanya.

(rrd/hen)

Sumber : http://finance.detik.com/read/2013/04/29/174620/2233355/1036/sudah-setahun-masyarakat-perbatasan-kalimantan-sulit-dapat-gula Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Gita : Daerah Perbatasan Harus Memiliki Infrastruktur Memadai

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan untuk membatasi masuknya produk asing ke wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia maka diperlukan pembangunan infrastruktur yang memadai.

"Mengenai barang masuk dari perbatasan, betul kita sudah dapat laporan itu, maka harus diperkuat dengan pembangunan infrastruktur misalnya jalan dan keamanan," kata Gita Wirjawan kepada wartawan di Pontianak, Jumat.

Ia mengatakan, pembangunan infrastruktur seperti jalan menjadi hal yang penting untuk mengatasi semakin banyaknya produk asing masuk ke Indonesia. Namun selain itu, menurut dia, pihaknya selalu menyemangatkan supaya "demand" di perbatasan diisi barang-barang produk dalam negeri.

"Jika beli di perbatasan barang selalu murah, maka akan sulit bagi pengusaha (Indonesia) untuk masuk," katanya.

Ia mengatakan masyarakat perlu selalu diingatkan bahwa membeli barang selundupan itu tidak baik. Begitu pun jika membeli barang bukan selundupan tetapi melanggar ketentuan keselamatan, keamanan, dan kesehatan lingkungan (K3L) juga tidak baik.

Sementara saat pembukaan Pameran pangan nusa dan pameran produk dalam negeri regional 2013 di lapangan parkir Mega Mall Ayani Pontianak, Gita Wirjawan mengatakan masyarakat Indonesia harus memiliki kebanggaan terhadap produk dalam negeri dengan cara mencintai, membeli dan menggunakan produk lokal dibandingkan produk asing lain yang sejenis.

Gita mengatakan, masyarakat Indonesia harus menyadari bahwa mengonsumsi produk lokal adalah satu kunci pertumbuhan ekonomi yang akan membawa kesejahteraan rakyat Indonesia.

"Bila konsumen Indonesia lebih senang membeli barang impor, yang akan memetik manfaat terbesar adalah produsen di luar negeri," katanya di depan Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya dan tamu serta undangan peresmian pameran.

Pameran pangan nusa dna pameran produk dalam negeri regional 2013 diadakan sebagai upaya menumbuhkan industri dalam negeri melalui fasilitasi akses pasar, mempromosikan produk usaha kecil menengah (UKM) unggulan meningkatkan jejaring pemasaran antarpeserta serta kegiatan misi dagang lokal.

Pelaksanaan pameran, menurut Mendag, menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pelaku UKM dalam negeri.

Pameran tersebut diadakan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan dengan menggelar beberapa produk potensial seperti olahan lidah buaya, abon patin, aneka keripik ubi, dan bermacam pangan olahan serta produk kerajinan lainnya.

Selain itu, juga ada produk olahan mocaf, sagu, jejali, biji durian labu kuning, pisang ubi jalar dan keribang yang ditampilkan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, di samping komoditas unggulan berupa kopi dari hulu hingga hilir yang didukung Asosiasi Kopi Spesial Indonesia.

Pameran diikuti delapan provinsi, meliputi Jambi, DI Yogyakarta, Papua, Sumatera Selatan, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Kepulauan Riau serta Kalimantan Barat. Total peserta mencapai 100 peserta yakni 50 peserta pameran nusa pangan dan 50 peserta pameran produk dalam negeri regional.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Srie Agustina mengatakan peserta pameran terdiri atas usaha kecil menengah dan pelaku UKM binaan Kementerian Perdagangan. Kedua pameran dikolaborasikan dan bersifat nasional sehingga promosi produk dalam negeri dapat dilakukan secara maksimal dan dikemas secara apik serta menarik.

Dalam rangkaian kegiatan yang melengkapi kegiatan promosi produk dalam negeri ini terdiri dari lomba masak makanan minuman khas daerah yang diikuti tim penggerak PKK provinsi Kalbar dengan jumlah peserta 20 tim.

Penganugerahan UKM Pangan Award yang diselenggarakan bersamaan acara puncak atau final lomba masak makanan minuman khas daerah pada Oktober 2013 di Jakarta.

Pameran yang sama, menurut Dirjen juga dilaksanakan di beberapa kota besar di Indonesia yakni Palembang pada 14-17 Juni, Cirebon pada 28 Juni-2 Juli, dan Mataram pada 29 Agustus - 1 September.


Sumber : Antara  Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Bantuan 350 Ekor Sapi untuk 3 Daerah Perbatasan

Ilustrasi : antara
Sejumlah kelompok peternak Kalimantan Timur di tiga kabupaten  yang berbatasan dengan Malaysia  akan mendapatkan bantuan 350 sapi. Tiga daerah tersebut adalah Kabupaten Malinau, Nunukan, dan Kabupaten Kutai Barat.

"Dana untuk pembelian 350 ekor sapi itu merupakan hasil sinergi dari Pemprov Kaltim melalui Dinas Peternakan dan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian RI," ucap Kepala Dinas Peternakan Kaltim Dadang Sudarya di Samarinda, Sabtu.

Dadang yang didampingi Kepala Bidang Perbibitan dan Budidaya I Gusti Made Jaya Adhi melanjutkan jumlah sapi itu untuk pembibitan dan pejantan, yakni  35  pejantan dan 315 ekor merupakan sapi betina.

Pihaknya memang sengaja memperbanyak distribusi sapi betina karena sapi-sapi usia produktif itu diharapkan cepat bunting dan melahirkan pedet sehingga populasi sapi di Kaltim cepat meningkat.

Apabila populasi sapi di Kaltim terus meningkat, maka ke depan diyakini dapat mencapai swasembada daging baik dari sapi mapun dari kerbau.

Saat ini, katanya, populasi sapi di Kaltim sekitar 108.000 ekor sehingga belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi daging bagi warga setempat. Pasalnya dari 108.000 ekor itu, jumlah sapi yang bisa dipotong sekitar 10.000 ekor, sementara kebutuhan konsumsinya mencapai 50.000 ekor.

Dia juga mengatakan bahwa upaya lain yang dilakukan pihaknya dengan menggiatkan inseminasi buatan.

Selama ini, lanjutnya, masa kebuntingan sapi-sapi yang ada masih cukup lama, yakni antara 15 hingga 18 bulan sekali sehingga melalui inseminasi buatan diharapkan tiap betina mampu bunting setiap 12 bulan sekali.


Sumber : antaranews.com Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Keterikatan Daerah Perbatasan dengan Daya Saing Perekonomian

Kota Batam (detiktravel)
Pemanfaatan geografi Indonesia dilaksanakan seoptimal mungkin dengan mengembangkan seluruh potensi sumberdaya wilayah untuk menghasilkan kesejahteraan dan keamanan.  Kawasan perbatasan adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas. Kawasan perbatasan negara meliputi perbatasan darat dan laut termasuk pulau-pulau kecil terluar2) (RPJMN 2010-2014).  Berdasarkan UU 26 tahun 2007 (Penataan Ruang),  kawasan perbatasan merupakan kawasan strategis dari sudut pertahanan dan keamanan yang diprioritaskan penataan ruangnya.   Pengembangan dilakukan dengan mengubah arah kebijakan dari orientasi ke dalam (inward looking) sebagai wilayah pertahanan, menjadi ke luar (outward looking), yang menempatkan kawasan perbatasan sebagai wilayah pertahanan dan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian.

Wilayah perbatasan sesungguhnya memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik dalam sudut pandang pertahanan keamanan, maupun dalam sudut pandang ekonomi, sosial, dan budaya. Masing-masing wilayah perbatasan tersebut memiliki karakter sosial budaya dan ekonomi yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya. Namun secara keseluruhan memperlihatkan adanya fenomena yang sama, yakni adanya interaksi langsung dan intensif antara warga negara Indonesia dengan warga negara tetangga, berupa hubungan-hubungan sosial kultural secara tradisional maupun kegiatan-kegiatan ekonomi modern (Bappenas, 2003).

Konsep pembangunan wilayah perbatasan mengacu kepada pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN).  PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara (PP 26 tahun 2008 tentang RTRWN).  PKSN berfungsi mendukung layanan bagi berfungsinya aktivitas kehidupan ekonomi wilayah-wilayah perbatasan.  Saat ini telah ditetapkan 20 PKSN untuk melayani 38 kabupaten/kota di wilayah perbatasan. Secara umum PKSN belum berkembang sesuai harapan sebagai motor perekonomian dan pusat pelayanan (RPJMN 2010-2014).  Salah satu yang dianggap berhasil adalah wilayah Batam, Bintan dan Karimun (BBK) di propinsi kepulauan Riau.

Upaya pengembangan atau pembangunan wilayah perbatasan berhadapan dengan empat isyu mendasar.  Pertama globalisasi. Globalisasi yang ditandai dengan fenomena perdagangan bebas tidak berjalan sendirian, tetapi diikuti oleh arus transportasi internasional, teknologi informasi,  dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Wilayah perbatasan Indonesia khususnya berhadapan dengan Singapura atau Malaysia, menghadapi kesenjangan kehidupan sosial ekonomi luar biasa dengan negara tetangga tersebut. Kehidupan penduduk wilayah perbatasan menjadi lebih menikmati TV, barang dan jasa, uang atau manfaat  ekonomi lain dari negara tetangga tersebut.

Kedua infrastruktur.   Di wilayah perbatasan masih dijumpai keterbatasan dalam hal pos lintas batas, transportasi, komunikasi dan informasi, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan (RPJMN 2010-2014).  Di wilayah Kalimantan, hanya ada 2 pos yang legal dari 16 pos lintas batas yang ada), dengan prasarana ekonomi lain yang terbatas (Bappenas, 2003).  Keadaan ini telah menimbulkan kesenjangan dibanding negara tetangga yang memiliki sarana yang lebih baik.

Ketiga kualitas SDM.  Di wilayah perbatasan masih ditemukan kualitas SDM yang rendah dan sebarannya tidak merata.  Wilayah geografi terutama lautan sebenarnya memberikan peluang peran Indonesia  sebagai pengawas lalu lintas internasional (Pokja Tannas, 2010) sekaligus sebagai produsen komoditi berbasis kelautan.  Namun hal ini tidak dapat dimanfaatkan karena kualitas SDM belum memadai dalam penguasaan teknologi berbasis maritim dan kelautan.  Rendahnya kualitas SDM tersebut dapat berakibat kepada menurunnya rasa kebangsaan.

Keempat penegakan hukum. Wilayah perbatasan rawan terhadap illegal logging, illegal fishing, perdagangan dan penyelundupan manusia (human trafficking), terorisme dan kejahatan lintas negara terorganisasi yang biasanya dikendalikan oleh aktor bukan negara (non-state actors) (RPJMN 2010-2014).  Kerawanan tersebut makin lengkap karena garis perbatasan wilayah negara belum seluruhnya ditetapkan.  Ketidak pastian garis perbatasan mengakibatkan banyak permasalahan, antara lain pergeseran patok-patok perbatasan, belum terkoordinasinya pengelolaan sumberdaya, dan klaim wilayah atau batas negara.  Hal ini menimbulkan permasalahan yang serius menyangkut kehidupan sosial ekonomi, kerusakan lingkungan maupun kedaulatan NKRI.

Keempat isyu tersebut secara umum menempatkan wilayah perbatasan dalam posisi lemah untuk menjalankan fungsi layanan kepemerintahan atau kehidupan sosial ekonomi masyarakat.  Dengan kata lain, wilayah perbatasan tidak mampu menyelenggarakan fungsi kesejahteraan dan keamanan.  Sebagai akibatnya, daya saing wilayah perbatasan atau daerah sekelilingnya menjadi tidak kompetitif.  Pada gilirannya hal ini juga dapat menurunkan daya saing nasional.

Naskah ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan membuktikan bahwa pembangunan wilayah perbatasan dapat meningkatkan daya saing ekonomi  nasional.

PENDEKATAN KONSEPSIONAL DAN KEBIJAKAN

Pembangunan wilayah atau perencanaan pembangunan wilayah merupakan upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004).  Konsep tersebut sesuai konsepsi pembangunan berkelanjutan yang  memadukan aspek lingkungan (natural capital), sosial (social capital), dan ekonomi (man-made capital) (Serageldin, 1996), dalam rangka memberikan manfaat kesejahteraan untuk generasi sekarang maupun akan datang.   Ada tiga tahapan dalam pembangunan wilayah, yakni perkembangan industri, efisiensi industri dan keunggulan wilayah (Drabenstott, 2006).  Tahapan pertama, perkembangan industri dalam suatu wilayah dipicu kegiatan ekspor.  Industri berkembang untuk memenuhi permintaan luar wilayah, dipandu oleh teori export base.  Kedua, efisiensi industri.  Dalam tahapan ini industri melaksanakan konsolidasi untuk mengefisienkan sistem produksi dan skala ekonomi.  Pemerintah memfasilitasi dengan deregulasi agar terbentuk lingkungan bisnis yang kompetitif, sehingga melahirkan pelaku usaha yang tangguh dan mampu bersaing secara global.  Ketiga, keunggulan wilayah.  Tahapan ini ditandai dengan kekuatan internal untuk menghasilkan nilai tambah.  Kekuatan internal adalah inovasi yang dilandasi iptek, dan kemampuan kewirausahaan (entrepreneurship).  Inovasi diibaratkan bahan bakar, sementara kewirausahaan adalah mesin.  Keduanya menjadi sumber kesempatan kerja, pendapatan dan kesejahteraan.  Ekonomi wilayah tidak diperankan oleh usaha besar, tetapi oleh usaha-usaha kecil dan menengah yang efisien.  Keberhasilan tahapan ini ditentukan oleh kenyamanan iklim bisnis, riset dan SDM yang bermutu.  Kekuatan internal tersebut menjadi sumber saing wilayah.

Berdasarkan UU 32 tahun 2004, Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.  Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya,  meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.

Berdasarkan PP 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),  PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara[1].  PKSN berfungsi mendukung layanan bagi berfungsinya aktivitas kehidupan ekonomi wilayah-wilayah perbatasan (Tabel 1).    Saat ini telah ditetapkan 20 PKSN untuk melayani 38 kabupaten/kota di wilayah perbatasan. Berdasarkan UU 26 tahun 2007 (Penataan Ruang),  kawasan perbatasan merupakan kawasan strategis dari sudut pertahanan dan keamanan yang diprioritaskan penataan ruangnya. 

Menurut Indriyanto (2001), pembangunan daerah adalah salah satu upaya mengamalkan nasionalisme.  Pembangunan daerah dapat meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan integrasi nasional.  Dalam posisi ini, kebijakan berorientasi lokal sangat relevan, seperti halnya otonomi daerah. Eksistensi masyarakat madani akan memberikan dukungan positif terhadap lahirnya keunggulan wilayah.  Dalam posisi ini, pemerintah, dunia swasta dan masyarakat menjalankan fungsi good governance (Effendi, 2005) untuk mendorong tumbuhnya produktifitas ekonomi dan tercapainya kesejahteraan.

Berdasarkan uraian di atas,  peningkatan pembangunan wilayah perbatasan akan meningkatkan daya saing daerah, yang ditandai dengan peningkatan produktivitas industri dan kualitas hidup masyarakat (Bappenas, 2005). Kenaikan daya saing daerah secara agregat akan meningkatkan daya saing nasional (RPJMN 2010-2014; Bappenas, 2004).  Hal ini pada gilirannya mengangkat geopolitik nasional dalam pergaulan internasional.

PERBATASAN BATAM, BINTAN DAN KARIMUN

Dalam era globalisasi, isyu daya saing menjadi perhatian penting. Hal ini tidak hanya menuntut kesiapan setiap negara, namun juga menuntut kesiapan setiap wilayah untuk mampu bersaing dengan daerah lain, bahkan dengan negara lain. Setiap wilayah, termasuk perbatasan harus mampu meningkatkan potensi yang dimiliki dan mampu menguasai pasar dengan didukung oleh kapasitas daerah, meliputi kesiapan unsur pemerintah, masyarakat dan dunia usaha; yang pada dasarnya menuntut kesiapan kualitas SDM (Bappenas, 2004).

Pengalaman (lesson learned) pengelolaan wilayah perbatasan di Indonesia belum sepenuhnya optimal.  Catatan positif dengan kinerja yang cukup baik ditunjukkan oleh propinsi Kepulauan Riau, melalui fenomena pembangunan BBK.  Sementara kinerja yang belum optimal ditunjukkan kabupaten Atambua, Nunukan, Jayapura, Merauke, Entikong dan wilayah lainnya.  Lesson learned dari wilayah BBK berhasil memberikan manfaat sosial dan ekonomi, serta kenaikan daya saing daerah provinsi Kepulauan Riau (dibanding nasional).  Kepulauan Riau telah menjadi propinsi yang relatif maju dalam transformasi ekonomi, berhasil mengentaskan kemiskinan, dan menempati urutan ke enam tertinggi dalam angka indeks pembangunan manusia (IPM) secara nasional.  Lebih jauh hal ini juga dapat mengembangkan daya saing internasional serta menjadikan Kepulauan Riau sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya.  

Lesson Learned BBK akan dianalisis lebih dalam di dalam rangka menyusun konsep peningkatan pembangunan wilayah perbatasan dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi nasional, sebagai berikut:

a. Integrasi ekonomi regional 

Faktor penting keberhasilan Batam sebagai wilayah perbatasan adalah mampu berintegrasi dengan perekonomian regional.  Batam secara optimal memanfaatkan posisi geografisnya sebagai kawasan penting di wilayah ASEAN dan Asia Pasifik, dengan membuffer perekonomian Singapura.  Menurut Kuncoro Jakti (2010), Selat Malaka yang menampung 40 persen lalulintas laut dunia, memiliki peran geopolitik bagi Bangsa Indonesia, dan dapat dimainkan dengan baik oleh BBK.

Dukungan pemerintah pusat melalui free trade zone (FTZ) policy ikut berperan mendinamisasi perkonomian BBK.  Kebijakan FTZ dirumuskan melalui UU 36 tahun 2000 diperbaharui dengan UU 44 tahun 2007[2] tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).  KPBPB[3] adalah kawasan dalam wilayah NKRI yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai.  KPBPB dikembangkan untuk memperluas perekonomian melalui pengembangan industri manufaktur dan logistik, sebagai respons terhadap pertumbuhan perdagangan dunia, peningkatan efisiensi, dan pemanfaatan transportasi laut maupun udara (RPJMN 201-2014[4]).  KPBPB mencakup pelabuhan laut dan bandar udara, dimana dilakukan kegiatan-kegiatan, seperti perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata, dan bidang-bidang lain.

BBK telah menjadi wilayah andalan Indonesia untuk bersaing dengan Singapura dan Malaysia.  Singapura tetap berupaya mempertahankan keunggulannya melalui dominasi sektor jasa, perdagangan dan keuangan.   Malaysia telah membangun Iskandar Regional Development Authority (IRDA[5]), yang terletak di wilayah Johor dengan luas 2217 km2 atau setara tiga kali luas Singapura.  IRDA mengembangkan zone ekonomi wilayah terpadu meliputi sektor industri, jasa-jasa, teknologi informasi, tourism dan pendidikan.  IRDA adalah bagian dari strategi pembangunan ekonomi Malaysia (2006-2010) untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi global di kawasan ASEAN, APEC maupun dunia.

Dalam konteks regional Asia Pasifik yang terkini adalah pembangunan dan pertumbuhan Cina.  Cina telah menjadi raksasa baru mengganti peran Jepang di kawasan regional.  PDB Cina pada  tahun 2007 sebesar 3205.5 miliar dolar (PDB terbesar sesudah Amerika Serikat), dengan pertumbuhan rata-rata (dalam periode 1990 hingga 2007) sebesar 8.9 persen per tahun (World Development Report, 2009).    Dengan kesepakatan CAFTA (China Asean Free Trade Area), Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk memperkuat sistem produksi dan perdagangan (business contract agreement) agar dapat memperoleh manfaat dari kerjasama regional tersebut, yang tahun 2010 diberlakukan.

b. Identifikasi potensi ekonomi, pembangunan infrastruktur dan penataan ruang

Sejauh ini wilayah BBK berhasil mengembangkan potensi perikanan dan kelautan dan industri hilirnya, khususnya untuk mendukung ekonomi regional. Batam masih menjadi incaran para investor perkapalan di dunia. Lokasi strategis dan ketersediaan SDM yang terampil membuat usaha perbaikan kapal (dok shipyard) berkembang pesat.   Dari sekitar 170 shipyard di Indonesia, Batam memiliki industri perkapalan terbanyak hingga mencapai 70 perusahaan,  sehingga Batam menjadi kota terbesar dalam dunia perkapalan di Indonesia[6].

Potensi pariwisata BBK berbasis kelautan sangat besar.  Di Pulau Batam dan Bintan terdapat wilayah tujuan wisata berkelas internasional, yang dikelola oleh manajemen internasional (di daerah Lagoi[7], pulau Bintan).  Kawasan wisata tersebut didukung dengan prasarana pelabuhan penyeberangan yang melayani jalur lokal dan internasional. Pulau-pulau ini menjadi bagian penting dari koridor pengembangan pariwisata BBK.

Jelasnya, Wilayah BBK telah berperan sebagai mitra dan support aktivitas perdagangan dan perekonomian Singapura.  BBK diposisikan sebagai tempat untuk menampung possitive spillover effect sekaligus sebagai extension kegiatan industri dan transhipment yang sudah tidak tertampung di Singapura. Hal ini telah menghasilkan pembelajaran entrepreneurship yang luar biasa pada seluruh masyarakat.  Batam atau Otorita Batam kemudian dinilai berhasil dalam pengelolaan dan pengembangan sebuah kawasan perdagangan, industri maupun jasa, meliputi: pengembangan industrial estate, transhipment support, bungkering, oil and gas storage, industri perkapalan (shipyard) dan tourism support.

Pembangunan dan hasil-hasilnya di wilayah BBK perlu dipelihara keberlanjutannya. Hal itu menuntut kebijakan dan strategi pengembangan (KSP) tata ruang yang meliputi struktur ruang dan pola ruang.  KSP struktur ruang meliputi: (i) peningkatan akses pelayanan infrastruktur perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; dan; (ii) peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air, air minum, drainase; sistem air limbah, limbah industry, limbah B3 dan sistem persampahan yang terpadu. KSP pola ruang meliputi kawasan lindung; kawasan budi daya; dan kawasan strategis.  Otorita Batam telah membangun sistem transportasi  untuk menghubungkan pusat-pusat kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang memiliki keterkaitan fungsi.  Salah satunya ditunjukkan dengan pembangunan jembatan Barelang (yang menghubungkan pulau Batam, Rempang dan Galang). Pengembangan penyediaan air bersih diarahkan untuk menambah jumlah kapasitas terpasang untuk memenuhi kebutuhan air domestik dan industri.  Pulau Bintan sendiri memiliki kandungan air yang dapat digunakan sebagai cadangan bagi kebutuhan air kawasan BBK.  Sistem jaringan listrik juga telah interkoneksi untuk mendukung pengembangan FTZ.

c. Pembentukan masyarakat madani

Secara umum kehidupan sosial budaya masyarakat kepulauan Riau sangat kondusif mendukung pembangunan.  Penduduk asli Kepulauan Riau adalah suku Melayu.  Adapun suku pendatang meliputi etnis Jawa, Sunda, Batak, Minang, Bali,  Flores, Maluku, Sulawesi, dan sebagainya. Adapun tenaga ekspatriat berasal dari Singapura, Jepang, Amerika/Eropa, Malaysia, atau Philipina. Masyarakat pendatang melebur bersama masyarakat dan sangat menghormati tradisi dan kebudayaan Melayu (RPJMD 2005-2010).  Komposisi pemeluk agama adalah Islam 822623 orang (76%), Budha 156102 orang (14%), Katolik 71331 orang (6.6%), Kristen Protestan 24080 orang (2.2%), dan Hindu 6.236 orang (0.58%) (RPJMD 2005-2010).  Pengaruh Islam sangat kuat terhadap masyarakat melayu, sehingga tidak salah bila masyarakat melayu menjadikan Islam sebagai budaya. Harmoni keberagaman suku dan agama sangat kondusif bagi pembangunan.  Pemimpin daerah mampu menunjukkan karakter kepemimpinan nasional, dan berupaya mengelola kekayaan budaya tersebut bagi pembangunan.  Pendekatan budaya ini telah mendorong partisipasi (transparency dan accountibility) masyarakat dan swasta menghasilkan pertumbuhan ekonomi.  Pemerintah provinsi mampu mengoptimalkan wilayah, dengan peluang kerjasama antar wilayah kabupaten/kota, dan mengembangkan transformasi sektor primer ke arah industri pengolahan, jasa maupun pariwisata, untuk membentuk keunggulan wilayah.  Hal ini mendorong proses pembelajaran seluruh SDM baik dunia usaha (individual entrepreneur), masyarakat (social entrepreneur), maupun aparat (intrapreneur) sebagai modal peningkatan kualitas SDM menuju terbentuknya masyarakat madani.  Dalam posisi ini, pemerintah, dunia swasta dan masyarakat menjalankan fungsi good governance (Effendi, 2005) untuk mendorong tumbuhnya produktifitas ekonomi dan tercapainya kesejahteraan.

d. Penegakan hukum dan penetapan batas negara

Sebagai wilayah dengan pulau-pulau terluar dan berbatasan dengan negara tetangga; serta bagian penting dari pengembangan kawasan perdagangan bebas ASEAN, provinsi Kepulauan Riau menghadapi kerawanan dalam hal pertahanan keamanan.  Kerawanan tersebut meliputi: human trafficking, penyelundupan, illegal fishing, illegal logging, narkotika, kerusakan lingkungan dan  kejahatan lintas batas lainnya.   Seiring dengan itu, wilayah ini pun menerima kunjungan orang asing untuk berbagai keperluan terutama bisnis dan pariwisata berjumlah sedikitnya 1.5 juta orang per tahun (RPJMD 2005-2010); dengan komposisi diantaranya Singapura (65 persen), Malaysia (12 persen), Korea, Jepang dan Taiwan (17 persen).

Pendekatan keamanan untuk mencegah kerawanan telah diupayakan melalui fungsi-fungsi ketertiban, keamanan dan perlindungan.  Satuan POLRI (Polda Kepri, Polair, dan Polres di setiap kabupaten), TNI AL (Lantamal, dan Lanal), TNI AD (Korem dan Kodim) dan TNI AU (Lanud) dalam jumlah relatif cukup dibanding wilayah perbatasan lainnya.  Satuan-satuan tersebut saling berkoordinasi untuk menjalankan fungsi sesuai dengan kapasitas kerja dan derajad ancaman[8].

Permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan perbatasan adalah klaim batas negara.  Hampir semua negara tetangga[9] sering mengklaim batas  negara Indonesia (RPJMN 2010-2014).  Perbedaan tafsir tersebut menimbulkan salah pengertian dalam pengelolaan perbatasan secara umum.  Upaya-upaya penanganannya dilakukan dengan kerjasama patroli, pendekatan komunikasi dan persuasi, hingga penegakan hukum.  Lebih jauh, klaim batas udara di sekitar Batam hingga pulau Bintan justru berada dalam kendali Singapura.  Hal tersebut sebagai akibat kekuatan teknologi informasi dan geopolitik Singapura di kawasan ini.

IMPLIKASI PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN

Lesson learned dari wilayah perbatasan BBK memberikan implikasi sebagai berikut.  Fenomena globalisasi dan integrasi ekonomi regional menjadi determinant factor (export driven) pengembangan wilayah perbatasan.  Hal ini dilandasi pemikiran bahwa kemampuan sumberdaya domestik, khususnya kemampuan angaran pemerintah maupun swasta relatif rendah.  Dengan melihat fenomena geopolitik Cina yang semakin menguat, serta peran strategis Selat Malaka, maka wilayah perbatasan yang layak dikembangkan adalah di Entikong (kabupaten Sanggau, Kalbar) dan kabupaten Nunukan (Kaltim).  Bagaimanapun juga integrasi ekonomi regional dengan Malaysia lebih menguntungkan dibanding integrasi dengan Filipina, Papua Nugini, atau Timor Leste.  Pengembangan wilayah perbatasan beberapa negara terakhir ini masih memerlukan kajian dan identifikasi potensi ekonomi lebih mendalam.  Faktor positif lainnya adalah telah terbentuk forum kerjasama regional Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines – East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA). BIMP-EAGA memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan, untuk penguatan dan peningkatan kapasitas ekonomi riil maupun pertumbuhan ekonomi makro. Masih sangat terbuka dirumuskan berbagai fasilitas perdagangan dan lintas batas melalui simplifikasi dan harmonisasi peraturan custom, immigration, quarantine and security (CIQS) (www.bimp-eaga.org), yang dikaitkan dengan pengembangan Entikong dan Nunukan.

Potensi ekonomi kabupaten Sanggau dan Nunukan adalah pertanian, perkebunan sawit, dan ekowisata.  Sektor ekowisata dikedepankan karena hampir di sepanjang perbatasan darat dengan Malaysia di Kalimantan merupakan kawasan konservasi, yang rawan terhadap ancaman kerusakan lingkungan akibat illegal logging, pembukaan lahan perkebunan, atau akivitas illegal lain.  Di wilayah yang sama, Malaysia juga mengembangkan lebih dulu sektor ekowisata, yakni TN Bako, TN Gunung Mulu, TN Crocker Range, dan TN Kinabalu[10].

Di sebelah timur kabupaten Sanggau, yakni Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, pada posisi 0°39’ – 1°00’ LU, 111°56’ – 112°25’ BT merupakan wilayah TN Danau Sentarum[11] seluas 132 ribu hektar.  TN Danau Sentarum merupakan perwakilan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik di Kalimantan (masuk dalam situs Ramsar, area lahan basah cagar biosfer dunia) .   Danau Sentarum merupakan danau musiman yang terletak pada cekungan sungai Kapuas yang dibatasi oleh bukit-bukit dan dataran tinggi, sekitar 700 km dari muara pada laut Cina Selatan. Danau Sentarum adalah daerah tangkapan air dan sebagai pengatur tata air bagi Daerah Aliran Sungai Kapuas. Karenanya, daerah hilir sangat tergantung pada fluktuasi jumlah air yang tertampung di danau tersebut.

Masih di kabupaten Kapuas Hulu, juga ditemukan TN Betung Kerihun[12] seluas 800 ribu ha pada posisi 0° 33′ – 1° 33′ LU dan 112° 10′ – 114° 20′ BT.  Sebagian besar keadaan topografi TN Betung Kerihun berupa perbukitan, dari bentangan Pegunungan Muller yang menghubungkan Gunung Betung dan Gunung Kerihun, sekaligus sebagai pembatas antara wilayah Indonesia dengan Serawak, Malaysia.  Dari kaki-kaki pegunungan Muller tersebut, mengalir sungai-sungai kecil yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS): Kapuas, Sibau, Mendalam, Bungan dan Embaloh. Untuk menuju kawasan Taman Nasional Betung Kerihun harus melalui sungai-sungai tersebut

Di sebalah barat kabupaten Nunukan, yakni Kabupaten Bulungan, Kaltim terletak TN Kayan Mentarang[13] seluas 1.36 juta ha.  TN Kayan Mentarang (1°59’ – 4°24’ LU, 114°49’ – 116°16’ BT) merupakan suatu kesatuan kawasan hutan primer dan hutan sekunder tua yang terbesar dan masih tersisa di Kalimantan dan seluruh Asia Tenggara. Taman nasional ini memiliki keanekaragaman tumbuhan dan satwa bernilai tinggi, langka maupun dilindungi, keanekaragaman tipe ekosistem dari hutan hujan dataran rendah sampai hutan berlumut di pegunungan tinggi. Keanekaragaman hayati yang terkandung di TN Kayan Mentarang memang sangat mengagumkan.

Seperti halnya di wilayah BBK, pemerintah pusat juga perlu memberikan intervensi agar investasi lebih mudah masuk ke wilayah perbatasan (Marijan, 2010).  Hal ini dapat diintegrasikan melalui pembangunan agropolitan, atau sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK).  KEK[14] adalah kawasan tertentu dalam wilayah NKRI yang menyelenggarakan fungsi perekonomian dengan fasilitas tertentu (UU 39 tahun 2009 tentang KEK),  antara lain kepabeanan, perpajakan, dan infrastruktur.  KEK menjalankan fungsi ekonomi di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pariwisata, dan bidang lainnya; didukung infratruktur pendukung perekonomian.    Dengan berbagai kemudahan tersebut, maka seluruh SDM (pemerintah, masyarakat dan swasta) mengalami pembelajaran dalam entrepreneurship untuk memanfaatkan potensi wilayah menjadi aktivitas ekonomi riil.  Secara bertahap hal ini akan meningkatkan daya saing daerah dan secara agregat terakumulasi menjadi daya saing nasional.   Sudah tentu untuk melindungi aliran manfaat kesejahteraan, dan memelihara kepastian hukum di wilayah perbatasan, maka fungsi penyelenggaraan keamanan dijalankan oleh TNI maupun POLRI.

PENUTUP

Pembangunan wilayah perbatasan secara umum dapat meningkatkan daya saing ekonomi  nasional.  Berdasarkan lesson learned dari wilayah perbatasan BBK, pengelolaan daya saing wilayah perbatasan mutlak memerlukan intervensi pengelolaan oleh pemerintah pusat, dengan alasan sebagai berikut:

     Wilayah perbatasan memiliki makna strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan.  Konsekwensinya pemerintah pusat juga harus mengambil peran langsung dalam mendorong dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.  Hal ini makin relevan karena faktor integrasi ekonomi dengan negara tetangga menjadi determinant factor (export driven) dalam pembangunan wilayah perbatasan.
    Akselerasi pembangunan ekonomi wilayah perbatasan harus dilakukan sesegera mungkin, agar kesenjangan ekonomi dengan negara tetangga dapat dikurangi.  Akselerasi dilakukan melalui instrumen kemudahan atau insentif kepabeanan, pembangunan infrastruktur dalam arti luas; agar investasi lebih mudah masuk.  Pemerintah perlu segera menetapkan kawasan ekonomi khusus (KEK) terhadap wilayah perbatasan tersebut.
    Kualitas kehidupan sosial budaya masyarakat perbatasan harus ditingkatkan melalui proses pembelajaran entrepreneurship seluruh SDM (pemerintah, masyarakat dan swasta) agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan menuju terbentuknya masyarakat madani dan menjalankan fungsi good governance.
    Fenomena geopolitik Cina yang semakin menguat, serta peran Selat Malaka yang strategis menjadi pertimbangan utama pembangunan wilayah perbatasan Entikong (kabupaten Sanggau, Kalbar) dan kabupaten Nunukan (Kaltim).  Adapun sektor yang dikembangkan adalah pertanian, perkebunan sawit, dan ekowisata.
    Sektor ekowisata dikedepankan karena hampir di sepanjang perbatasan darat dengan Malaysia di Kalimantan merupakan kawasan konservasi, yang rawan terhadap ancaman kerusakan lingkungan akibat illegal logging, pembukaan lahan perkebunan, atau akivitas illegal lain.
    Pemerintah harus mengambil langkah aktif untuk menetapkan garis batas negara dengan negara tetangga.  Kepastian garis perbatasan mendorong pengelolaan sumberdaya lebih efektif, penegakan hukum lebih efektif, menjamin kehidupan sosial ekonomi, meningkatkan wawasan kebangsaan, mencegah kerusakan lingkungan dan  terpeliharana kedaulatan NKRI.

DAFTAR PUSTAKA

    Aman, S.  2010.  Geographical Awareness Dalam Rangka Peningkatan Sumberdaya Manusia.  Ceramah Sub Bidang Geografi, Lemhannas, Jakarta,  19 Juli 2010.
    Bappenas.  2004.  Kajian Strategi Pengembangan Kawasan Dalam Rangka Mendukung Akseslerasi Peningkatan Daya Saing Daerah.  Direktortat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal.  Bappenas, Jakarta.  109p.
    Bappenas.  2005.  Kajian Strategi dan Arah Kebijakan Untuk Memaksimalkan Potensi Daya Saing Daerah.  Direktorat Kewilayahan II Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta
    Bappenas. 2003.  Strategi Dan Model Pengembangan Wilayah Perbatasan Kalimantan. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional.  Bappenas, Jakarta.
    BPS (Badan Pusat Statistik).  2010.  Perkembangan Indikator-indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia, Bulan Maret 2010.  BPS Pusat Jakarta.
    BPS Kep Riau.  2010.  Berita Ringkas Statistik, setiap bulan tahun 2010.  BPS Kepulauan Riau.  Tanjung Pinang
    Effendi, S.  2005.  Membangun budaya birokrasi untuk Good governance.  Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi Diselenggarakan Kantor Menteri Negara PAN.  22 September 2005
    Indriyanto.   2001.  Semangat Nasionalisme Dalam Pembangunan Daerah.  Makalah disampaikan pada Seminar Regional “Spirit Kebangkitan Nasional di Era Otonomi Daerah”  Jurusan PP-Kn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, tanggal 23 Mei 2001.
    Kuncoro-Jakti, D. 2010.  Penguasaan dan penerapan Iptek di Bidang Politik dan Ekonomi Dalam Rangka Peningkatan Kualitas SDM.  Materi ceramah PPRA 45 Lemhannas, 25 Agustus 2010.  Lemhannas, Jakarta
    Maridjan, K.  2010.  Revitalisasi Pemerintahan Daerah untuk Pembangunan dan Ketahanan Nasional.   Diskusi Perumusan Naskah Akademik untuk Persiapan Seminar PPRA 45.  Lemhannas, 28 September 2010.
    Nugroho, I. dan R. Dahuri.  2004.  Pembangunan Wilayah: Perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan.   Penerbit Pustaka LP3ES Jakarta. Cetakan Pertama
    Pokja Tannas.  2010.  Materi Pokok Ketahanan Nasional: Konsepsi dan tolok ukur.  Pokja Tannas, Lemhannas RI, Jakarta.
    RPJMD 2005-2010.  2010.  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.  Propinsi kepulauan Riau.  Tanjung Pinang.
    RPJMN 2010-2014.  2010.  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.  Peraturan Presiden No 5 tahun 2010.  Bappenas, Jakarta.
    Serageldin, I.  1996.  Sustainability and the Wealth of Nations,  First steps in an ongoing journey.  Environmentally Sustainable Development (ESD) Studies and Monographs Series No. 5.  World Bank, Washington DC.  21p.
    World Development Report.  2009.  Reshaping Economic Geography. World Bank, Washington DC.


[1] Kawasan perbatasan berhadapan dengan 10 negara tetangga (India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Timor Leste, Palau, dan Papua Nugini), mencakup 12 provinsi dan 38 kabupaten/kota (Lampiran 4), dan 92 pulau kecil terdepan (terluar) yang memiliki nilai strategis sebagai lokasi titik dasar penentuan garis batas negara (RPJMN 2010-2014).  Perbatasan darat tersebar di empat provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Garis batas negara di pulau Kalimantan  dengan Malaysia sepanjang 2004 Km, dii Papua dengan PNG sepanjang 107 km, dan di Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste sepanjang 264 km. Sementara itu, perbatasan laut berada di sebelas provinsi, meliputi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat

[2] Dilengkapi dengan PP No 2 Tahun 2009 Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari serta Berada di Kawasan yang telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

[3] Hingga saat ini, telah ditetapkan pada empat KPBPB di Pulau Sumatera yang merupakan jalur perdagangan internasional dan menjadi buffer perkembangan ekonomi regional, yaitu KPBPB Sabang (UU 37 tahun 2000),   Batam (PP 46 tahun 2007), Bintan (PP 47 tahun 2007), dan Karimun (PP 48 tahun 2007).

[4] Lihat juga Sambutan Presiden Republik Indonesia pada acara Pemberlakuan FTZ Batam, Bintan, Karimun, dan Peresmian Proyek-Proyek Pembangunan Di Kepulauan Riau, 19 Januari 2009 di Kepulauan Riau

[5] http://www.irda.com.my/

[6] http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=989383&page=3

[7] Kawasan Lagoi Resort dimiliki oleh konsorsium investor Singapura, Propinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Bintan (Sumber: paparan Bupati Bintan, saat Studi Strategi Dalam Negeri PPRA45, 31 Agustus 2010)

[8] Hasil Studi Strategi Dalam Negeri PPRA45 ke propinsi Kepulauan Riau, 31 Agustus 2010)

[9] Pada saat ini garis batas darat Indonesia-Malaysia masih menyisakan 10 daerah bermasalah yaitu: 1) Tanjung Datu; 2) Gunung Raya; 3) Gunung Jagoi/S. Buan; 4) Batu Aum; 5) Titik D 400; 6) P. Sebatik, tugu di sebelah barat P. Sebatik; 7) S. Sinapad; 8) S. Semantipal, 9) Titik C 500 – C 600; dan 10) Titik B 2700 – B 3100. Permasalahan batas darat Indonesia – PNG adalah Wara Smoll yang merupakan wilayah NKRI tetapi telah dihuni dan dimanfaatkan secara ekonomis dan administrative oleh pemerintah PNG (RPJMN 2010-2014).

[10] Hasil identifikasi menggunakan GoogleEarth

[11] http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_sentarum.htm

[12] http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_betung.htm

[13] http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_kayanmentarang.htm

[14] KEK disiapkan pada kawasan yang memiliki geoekonomi dan geostrategi, dan berfungsi menampung kegiatan ekspor impor, dan memiliki daya saing internasional.  Pengembangan KEK adalah salah satu strategi untuk mendorong ekspor, sekaligus penciptaan lapangan kerja

Naskah ini telah dipublikasikan, lihat Iwan Nugroho. 2011. Border area development in order to increase the competitiveness of national economy. Edisi 104, tahun 2011. New Telstra (Majalah Ikatan Alumni Lemhannas, Jakarta). 25-33. ISSN:0852-9663. Sumber : http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/2012/09/wilayah-perbatasan-dan-daya-saing-ekonomi/

Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Diskusi : The South China Sea in High Resolution

Diskusi : The South China Sea in High Resolution

Mari bergabung dalam diskusi mengenal pentingnya Laut Cina Selatan bagi wilayah Indonesia dan Asia Pasifik serta isu-isu seputar geopolitical, ekonomi dan hukum yang terjadi akibat adanya perselisihan teritori dan maritim di wilayah tersebut.

Di At America, Selasa 26 Februari 2013 Pukul 18.00 - 20.00 WIB
Pacific Place Mall 3rd floor #325
Jl. Jendral Sudirman Kav.52-53
Kebayoran Baru, Central Jakarta, 12190
---

Kepulauan Natuna yang diklaim merupakan cadangan gas bumi terbesar terdapat di wilayah ini. Mungkin kita tau eskalasi di Laut Cina Selatan sangatlah rentan akan intervensi pihak asing terhadap Indonesia.

Baca artikelnya :

Pulau Natuna Menyimpan Cadangan Gas Alam Terbesar di Dunia 

Indonesia Dalam Konflik Perbatasan di Laut Cina Selatan Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Lebih Dekat dengan Maluku Utara

Artikel Sebelumnya : Profil Maluku Utara. Jika dilihat dalam peta dan dalam jarak yang sebenarnya, jarak dari Jakarta ke Ternate, ibukota Provinsi Maluku memang jauh sekali. Ketika dilihat dari google maps jaraknya lebih dari 3.000 KM, dan tentunya tak bisa mencapai sana jika melalui jalur darat. Bisa jalur laut atau udara.

Namun, jarak itu tak membuat kita enggan mengenal provinsi yang ada dalam uang seribu ini. Karena kita masih Indonesia. Maluku Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia. Provinsi yang biasa disingkat sebagai Malut ini terdiri dari beberapa pulau di Kepulauan Maluku.

Ibukota sementara provinsi ini adalah Ternate. Sofifi, yaitu sebuah kelurahan di kecamatan Oba Utara, adalah ibukota definitif provinsi Maluku Utara. Rencananya setelah infrastruktur pemerintahan dan fasilitas lainnya dibangun, aktivitas pemerintahan akan dipindahkan dari Ternate ke daerah ini.

Kondisi Geografis
Luas total wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai 140.255,32 km². Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km² (76,27%). Sisanya seluas 33.278 km² (23,73%) adalah daratan.

Pulau-Pulau
Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395 pulau besar dan kecil. Pulau yang dihuni sebanyak 64 buah, yang tidak dihuni sebanyak 331 buah.
Pulau Halmahera (18.000 km²)
Pulau Cibi (3.900 km²)
Pulau Talabu (3.195 km²)
Pulau Bacan (2.878 km²)
Pulau Morotai (2.325 km²)
Pulau Ternate
Pulau Makian
Pulau Kayoa
Pulau Gebe


Sejarah
Sebelum Penjajahan
Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku), yaitu:
Kesultanan Bacan
Kesultanan Jailolo
Kesultanan Tidore
Kesultanan Ternate.


Pendudukan Militer Jepang
Pada era ini, Ternate menjadi pusat kedudukan penguasa Jepang untuk wilayah Pasifik.

Zaman Kemerdekaan

Orde Lama
Pada era ini, posisi dan peran Maluku Utara terus mengalami kemorosotan, kedudukannya sebagai karesidenan sempat dinikmati Ternate antara tahun 1945-1957. Setelah itu kedudukannya dibagi ke dalam beberapa Daerah Tingkat II (kabupaten).

Upaya merintis pembentukan Provinsi Maluku Utara telah dimulai sejak 19 September 1957. Ketika itu DPRD peralihan mengeluarkan keputusan untuk membentuk Provinsi Maluku Utara untuk mendukung perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 1956, namun upaya ini terhenti setelah munculnya peristiwa pemberontakan Permesta.

Pada tahun 1963, sejumlah tokoh partai politik seperti Partindo, PSII, NU, Partai Katolik dan Parkindo melanjutkan upaya yang pernah dilakukan dengan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) untuk memperjuangkan pembentukan Provinsi Maluku Utara. DPRD-GR merespons upaya ini dengan mengeluarkan resolusi Nomor 4/DPRD-GR/1964 yang intinya memberikan dukungan atas upaya pembentukan Provinsi Maluku Utara. Namun pergantian pemerintahan dari orde lama ke orde baru mengakibatkan upaya-upaya rintisan yang telah dilakukan tersebut tidak mendapat tindak lanjut yang kongkrit.


Orde Baru
Pada masa Orde Baru, daerah Moloku Kie Raha ini terbagi menjadi dua kabupaten dan satu kota administratif. Kabupaten Maluku Utara beribukota di Ternate, Kabupaten Halmahera Tengah beribukota di Soa Sio, Tidore, dan Kota Administratif Ternate beribukota di Kota Ternate. Ketiga daerah kabupaten/kota ini masih termasuk wilayah Provinsi Maluku.


Orde Reformasi
Pada masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, muncul pemikiran untuk melakukan percepatan pembangunan di beberapa wilayah potensial dengan membentuk provinsi-provinsi baru. Provinsi Maluku termasuk salah satu wilayah potensial yang perlu dilakukan percepatan pembangunan melalui pemekaran wilayah provinsi, terutama karena laju pembangunan antara wilayah utara dan selatan dan atau antara wilayah tengah dan tenggara yang tidak serasi.

Atas dasar itu, pemerintah membentuk Provinsi Maluku Utara (dengan ibukota sementara di Ternate) yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negera Nomor 3895).

Dengan demikian Provinsi ini secara resmi berdiri pada tanggal 12 Oktober 1999 sebagai pemekaran dari Provinsi Maluku dengan wilayah administrasi terdiri atas Kabupaten Maluku Utara, Kota Ternate, dan Kabupaten Maluku Utara.

Selanjutnya dibentuk lagi beberapa daerah otonom baru melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Sula Kepulauan, dan Kota Tidore.


Kabupaten dan Kota
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Halmahera Barat/Jailolo
2 Kabupaten Halmahera Tengah/Weda
3 Kabupaten Halmahera Utara/Tobelo
4 Kabupaten Halmahera Selatan/Labuha
5 Kabupaten Kepulauan Sula/Sanana
6 Kabupaten Halmahera Timur/Maba
7 Kabupaten Pulau Morotai/Morotai Selatan
8 Kota Ternate -
9 Kota Tidore Kepulauan


Dasar hukum:
UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2003

Tanggal penting:
4 Oktober 1999 (hari jadi)

Ibu kota:
Ternate

Gubernur:
Thaib Armain

Luas:
140.255,32 km² (total); 33.278 km² (daratan); 106.977,32 km² (lautan)

Penduduk:
970.443 (2005)

Kepadatan:
29

Kabupaten:
6

Kota:
2

Kecamatan:
45

Kelurahan/Desa:
730

Suku:
Suku Module, Suku Pagu, Suku Ternate, Suku Makian Barat, Suku Kao, Suku Tidore, Suku Buli, Suku Patani, Suku Maba, Suku Sawai, Suku Weda, Suku Gne, Suku Makian Timur, Suku Kayoa, Suku Bacan, Suku Sula, Suku Ange, Suku Siboyo, Suku Kadai, Suku Galela, Suku Tobelo, Suku Loloda, Suku Tobaru, Suku Sahu

Agama:
Islam (76,1%), Protestan (23,1%), Lainnya (0,8%)


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Maluku_Utara
http://infomalukuutara.blogspot.com/

Sumber Gambar:
http://www.cps-sss.org/web/images/provinsi/maluku_utara.png
http://id.wikipedia.org/wiki/Maluku_Utara Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Bangun Jalan di Perbatasan Perlu Rp7 Triliun

Ilustrasi Pembangunan (vivanews)
Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan bahwa pemerintah membutuhkan dana Rp7 triliun untuk membangun insfrasutruktur jalan perbatasan di seluruh Indonesia. Jalan tersebut nantinya akan dibangun di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, Brunei, Timor Leste, dan Papua Nugini.

"Kami butuh biaya yang amat besar untuk bisa menyelesaikan jalan di perbatasan," kata Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PU, Djoko Murjanto, ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat, 25 Januari 2013.

Jalan yang akan dibangun itu, menurut Djoko, sepanjang 2.000 kilometer. Sementara itu, tahun lalu, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk jalan perbatasan hanya sebesar Rp500 miliar.

Permasalahan konstruksi, dia menambahkan, untuk membangun jalan perbatasan memang berat. Sebab, medan yang dilewati alat-alat berat untuk konstruksi tidak bersahabat. Kondisi itu ditambah dengan kontur daratan yang membuat proses konstruksi semakin sulit.

"Kontraktor yang ingin membawa traktor ke wilayah perbatasan itu, traktornya harus dipreteli dulu dan baru disusun lagi di lokasi," kata Djoko.

Sementara itu, untuk bahan material jalan, dia melanjutkan, pemerintah mengutamakan penggunaan beton dibanding aspal. Sebab, untuk daerah perbatasan, beton dinilai lebih tahan kondisi cuaca dan tidak memerlukan perawatan intensif.

Namun,menurut Djoko, upaya ini akan dilakukan jika keadaan tanah di perbatasan tersebut memungkinkan. Sebab, untuk penggunaan beton kondisi tanah harus baik.

Kementerian PU, dia menambahkan, tidak bisa menyelesaikan permasalahan jalan perbatasan secara menyeluruh, melainkan harus parsial. Sebab, pembangunan jalan tersebut lebih banyak menunggu izin dari Kementerian Kehutanan, karena melewati kawasan hutan lindung.

Sumber : http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/385250-butuh-rp7-triliun-bangun-jalan-perbatasan Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Bandar Udara di Perbatasan Indonesia - Malaysia Diresmikan

Sakah satu daerah di perbatasan Indonesia - Malaysia
Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak meresmikan terminal bandar udara (bandara) di perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kabupaten Malinau, Sabtu.

"Bandar Udara Kolonel R.A. Bessing ini merupakan bandara lintas perbatasan, namun ada juga penerbangan menuju Kota Tarakan oleh maskapai penerbangan Susi Air yang operasionalnya menggunakan dua pesawat," ungkap Awang Faroek Ishak pada peresmian terminal Bandara Kolonel R.A. Bessing di Malinau sebagai rangkaian kunjungan kerja gubernur di wilayah utara Kaltim yang berlangsung 9 hingga 15 Juli 2012.

Bandara Kolonel R.A. Bessing, kata dia, dibangun sejak 2009 dan berhasil diselesaikan pada 2010 dengan dana Rp16 miliar yang bersumber dari APBD Kaltim. Bandara R.A. Bessing itu, lanjut Awang Faroek Ishak, sempat "mangkrak" selama hampir dua tahun karena dalam pengelolannya masih membutuhkan persyaratan dari pemerintah pusat khususnya Kementerian Perhubungan.

"Pada 2012 ini prosesnya sudah rampung sehingga pengelolaannya akan diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Malinau," kata Awang Faroek Ishak.

Luas keseluruhan Bandara R.A. Bessing, kata dia, yakni 48 hektare dengan landas pacu sepajang 1.600 meter namun fungsionalnya baru dioperasionalkan 1.400 meter.

"Bangunan terminal Bandara R.A. Bessing berlantai dua dengan luas 1.500 meter persegi dan merupakan terminal tereluas kedua di kabupaten/kota di Kaltim setelah Bandara Kalimarau, Kabupaten Berau yang memiliki luas 9.000 meter persegi," katanya.

"Panjang landasan pacu 1.6000 namun fungsional hanya 1.400 meter dan sisanya belum difungsionalkan karena memang pesawat yang mendarat hanya jenis Casa dan ATR. Namun, kemungkinan besar maskapai Wing Air mau masuk ke daerah utara dan optimalasiasi landas pacu sudah bisa digunakan," ungkap Awang Faroek Ishak.

Sementara, Bupati Malinau, Drs. Yansen TP, M.Si, mengatakan, Bandara R.A. Bessing itu akan membuka isolasi sejumlah wilayah yang ada di perbatasan.

"Beberapa wilayah yang ada di perbatasan masih sulit dijangkau melalui perjalanan darat sehingga keberadaan bandara ini diharapkan akan membuka isolasi beberapa kecamatan Kabupaten Malinau," kata Yansen TP.

Sumber : Antara Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

TNI di Kalimantan Jadi Guru di Perbatasan

Foto : makassar.tribunnews.com
Di kawasan perbatasan dan daerah terpencil lainnya, Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak hanya menjalani fungsi pengamanan dan keamanan tapal batas negara. TNI rupanya tersentuh untuk terjun ke pengembangan pendidikan bagi warga di perkampungan-perkampungan di daerah terpencil.

Salah satunya di perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah sepanjang perbatasan Kutai Barat, Kalimantan Timur. Saat ini TNI tengah membina sejumlah kecil tentaranya untuk tugas yang bukan tugas teritori, melainkan perbantuan tenaga bantuan pendidikan untuk perbatasan.

“Berawal dari perintah panglima bahwa TNI harus terlibat dalam perbantuan dalam segala hal, termasuk ke daerah terpencil dan perbatasan. Salah satunya menjadi tenaga bantuan pendidikan untuk kawasan terpencil dimana kawasan seperti itu tenaga didik sangat kurang,” kata Komandan Kodim 0912 Kutai Barat Letkol Inf Agus Sip, Jumat (5/10/2012).

Keterlibatan tentara dalam tenaga bantuan pendidikan ini, kata Agus, merupakan salah satu perintah yang berlaku untuk berbagai satuan TNI di tanah air. Mabes TNI bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyelenggarakan kegiatan tenaga bantuan ini. Khusus di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kubar, Kodim Kubar memilih 20 tentaranya untuk terjun menjadi tenaga didik.

Lokasi yang terisolir, mahalnya harga barang, dan tingginya biaya transportasi ke pedalaman, menyebabkan banyak guru tidak cukup betah bertugas di kawasan terpencil. Jumlah guru pun dinilai kurang untuk warga pedalaman. Karenanya, Kodim 0912 memulai kegiatan tersebut di wilayahnya.

Para guru ini kebanyakan diambil dari tentara yang merupakan warga asli daerah perbatasan dan bertugas di sana. Mereka berlatarbelakang pangkat Sersan Dua, Sersan Mayor dan Kapten yang nantinya bertugas mengajar di tingkat SD dan SMP.

“Semula pemikiran ini muncul sewaktu saya bertugas di Merauke yang adalah daerah perbatasan. Merauke sendiri adalah daerah rawan kriminal dan pelintas batas. Di situ kita menerapkan dan menempatkan prajurit menjadi tenaga guru," kata Agus. Hal serupa akhirnya diterapkan di Kubar.

Kubar memiliki tapal batas sepanjang 138 Km yang berbatasan dengan Malaysia. Terdapat dua kecamatan yang dikategorikan menjadi daerah perbatasan, yaitu Long Pahangai dan Long Apari. Lokasinya sangat jauh dari ibu kota Kubar. Untuk menuju ke daerah itu, perlu menggunakan kapal atau perahu cepat dengan menempuh waktu yang sangat lama.

Sumber : http://www.menkokesra.go.id/content/tni-di-kalimantan-jadi-guru-di-perbatasan Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE