Bangun Pendidikan di Perbatasan!

Salah satu persoalan yang memicu polemik di perbatasan tak lepas dari dunia pendidikan. Selama ini pemerintah terkesan tidak memerhatikan pendidikan di kawasan perbatasan RI-Malaysia, di Kalimantan Barat.

Perbatasan Harus Kuat

Perbatasan : pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih karena dimensi yang terlibat cukup kompleks, seperti pertahanan-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya

Perbatasan Harus Sejahtera

Anggapan yang menyedihkan : Malaysia selama ini mengelola wilayah perbatasan secara lebih baik dibanding Indonesia

Selamatkan Perbatasan

Wilayah perbatasan : merujuk pada problematika masyarakat di wilayah perbatasan yang didominasi oleh minimnya infrastruktur dan rendahnya tingkat ekonomi warga

Archive for July 2012

Sengketa INA - MY : Jika Senjata jadi Solusi

Tentu saja perang sebaiknya tak dipilih oleh Indonesia dan Malaysia untuk menyelesaikan sengketa perbatasan. Tapi, sekadar gambaran, berkut ini kekuatan militer dua negeri serumpun ini :
(Per September 2010)

Personel Militer
INA : 432 Ribu
MY : 135 Ribu

Anggaran Militer :
INA : US$ 1,3 miliar per tahun
MY : US$ 1,69 miliar per tahun

Jumlah Penduduk :
INA : 237 juta
MY : 27,7 juta

Kapal Perang :
INA : Jumlah 114 buah, berbagai jenis (Agustus 2010 berencana menambah dengan kapal perusak kawal rudal senilai US$ 220 juta)
MY : Pangkalan Lumut, Sandakan Sabah, Kuantan, dan Labuan. Jumlah 24 buah diataranya Kapal Komando/pendukung 2 (buatan Jerman dan Korea Selatan)

Kapal Perang :
INA : Pangkalan Pekanbaru, Pontianak, Halim Perdana Kusumah, Kalijati, Madiun Makassar Pesawat Jenis Hawk MK 109 (8 buah), Hawk MK 209 (32 buah), CN-235 (6 buah), F27-400M (8 buah), F16A (5 buah), F-5E, Su-27SK, Su-30MK, dan Hercules C-130H-30.
MY : Pangkalan Alor Setar, Kuantan, Labuan, Kuala Lumpur, Kuching Jenis F-5 E, Hawk MK108 dan MK-208, F/A-18D (8 buah), Mig-29, SU-30, F-28, F-16 Falcon, Hercules C-130H, dan CN-235.

Sumber : Tempo.co Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Pertahanan Bisa Lemah Karena Pendelegasian Lalulintas Udara Batam

Karimun (ANTARA Kepri) - Direktur Geospasial Deputi Kepala Badan Intelijen Negara Marsekal Pertama TNI J Urip Utomo mengatakan, pendelegasian pengaturan lalulintas udara Batam, Provinsi Kepulauan Riau kepada Singapura melemahkan aspek pertahanan.
       
"Secara teritorial, pendelegasian pengaturan lalulintas udara Batam kepada Singapura memang tidak mengurangi luas NKRI. Namun, pendelegasian itu berdampak pada pelanggaran wilayah udara sehingga melemahkan aspek pertahanan," katanya usai acara Sosialisasi Batas Maritim dan Udara di Gedung Nasional Tanjung Balai Karimun, Kamis.
       
Urip Utomo mengatakan, Singapura berwenang penuh mengatur lalulintas udara atau air traffic services (ATS) Batam karena Indonesia dinilai belum mampu untuk mengatur penerbangan internasional yang cukup padat di udara Kepulauan Riau.
       
"Singapura sudah mengatur ATS Batam sejak 1946 sehingga keselamatan penerbangan yang melintasi Batam sepenuhnya kewenangan Singapura. Namun, kalau terjadi hijacking udara tetap kewenangan TNI AU karena memang wilayah kita," ucapnya.
       
Pengaturan ATS Batam oleh Singapura, katanya, juga merujuk pada perjanjian pendelegasian flight information region (FIR) pada 1995 yang dievaluasi pada 2003 dan selanjutnya dievaluasi kembali pada 2013.
       
Pendelegasian itu diatur melalui melalui Keputusan Presiden No 7/1996, kata dia.
       
Selain melemahkan pertahanan, pengaturan ATS Batam oleh Singapura menurut dia juga berdampak secara ekonomis bagi Indonesia karena fee penerbangan yang melintasi Batam ditarik Singapura, setelah itu baru diserahkan ke Indonesia.
       
"Kalau dampak ekonomis bukan kapasitas saya memaparkannya karena berada pada Kementerian Perhubungan, yang jelas fee ditentukan Singapura," ucapnya.
       
Terkait langkah-langkah untuk mengambil alih ATS Batam dari Singapura, menurut dia, tentunya harus melibatkan semua pihak baik menyangkut sarana infrastruktur maupun kesiapan peralatan pendukung keselamatan penerbangan.
       
"Kita harus introspeksi. Tadi sudah saya paparkan bahwa SDM kita sudah mampu, peralatan juga mampu. Ya, kita harus meninjau pada peralatan yang lain sehingga masyarakat Internasional menilai kita sudah mampu untuk mengelola itu," tuturnya.
       
Mengenai larangan pembangunan gedung tinggi di Batam, menurut Urip tidak hanya berlaku di Batam, tetapi juga di seluruh daerah yang berada dekat bandara karena terkait dengan keselamatan penerbangan.
       
"Larangan bangunan tinggi bukan bentuk intervensi Singapura, karena ketentuan itu juga berlaku di setiap daerah yang dekat dengan bandara, contohnya di Bandara Soekarno-Hatta. Sedangkan udara Batam merupakan jalur penerbangan Bandara Changi, Singapura," katanya. (KR-RDT/H-KWR)

Editor: Dedi

Sumber : http://kepri.antaranews.com/berita/21525/pendelegasian-lalulintas-udara-batam-lemahkan-pertahanan------ Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE