Bangun Pendidikan di Perbatasan!

Salah satu persoalan yang memicu polemik di perbatasan tak lepas dari dunia pendidikan. Selama ini pemerintah terkesan tidak memerhatikan pendidikan di kawasan perbatasan RI-Malaysia, di Kalimantan Barat.

Perbatasan Harus Kuat

Perbatasan : pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih karena dimensi yang terlibat cukup kompleks, seperti pertahanan-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya

Perbatasan Harus Sejahtera

Anggapan yang menyedihkan : Malaysia selama ini mengelola wilayah perbatasan secara lebih baik dibanding Indonesia

Selamatkan Perbatasan

Wilayah perbatasan : merujuk pada problematika masyarakat di wilayah perbatasan yang didominasi oleh minimnya infrastruktur dan rendahnya tingkat ekonomi warga

Archive for February 2013

Diskusi : The South China Sea in High Resolution

Diskusi : The South China Sea in High Resolution

Mari bergabung dalam diskusi mengenal pentingnya Laut Cina Selatan bagi wilayah Indonesia dan Asia Pasifik serta isu-isu seputar geopolitical, ekonomi dan hukum yang terjadi akibat adanya perselisihan teritori dan maritim di wilayah tersebut.

Di At America, Selasa 26 Februari 2013 Pukul 18.00 - 20.00 WIB
Pacific Place Mall 3rd floor #325
Jl. Jendral Sudirman Kav.52-53
Kebayoran Baru, Central Jakarta, 12190
---

Kepulauan Natuna yang diklaim merupakan cadangan gas bumi terbesar terdapat di wilayah ini. Mungkin kita tau eskalasi di Laut Cina Selatan sangatlah rentan akan intervensi pihak asing terhadap Indonesia.

Baca artikelnya :

Pulau Natuna Menyimpan Cadangan Gas Alam Terbesar di Dunia 

Indonesia Dalam Konflik Perbatasan di Laut Cina Selatan Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Lebih Dekat dengan Maluku Utara

Artikel Sebelumnya : Profil Maluku Utara. Jika dilihat dalam peta dan dalam jarak yang sebenarnya, jarak dari Jakarta ke Ternate, ibukota Provinsi Maluku memang jauh sekali. Ketika dilihat dari google maps jaraknya lebih dari 3.000 KM, dan tentunya tak bisa mencapai sana jika melalui jalur darat. Bisa jalur laut atau udara.

Namun, jarak itu tak membuat kita enggan mengenal provinsi yang ada dalam uang seribu ini. Karena kita masih Indonesia. Maluku Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia. Provinsi yang biasa disingkat sebagai Malut ini terdiri dari beberapa pulau di Kepulauan Maluku.

Ibukota sementara provinsi ini adalah Ternate. Sofifi, yaitu sebuah kelurahan di kecamatan Oba Utara, adalah ibukota definitif provinsi Maluku Utara. Rencananya setelah infrastruktur pemerintahan dan fasilitas lainnya dibangun, aktivitas pemerintahan akan dipindahkan dari Ternate ke daerah ini.

Kondisi Geografis
Luas total wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai 140.255,32 km². Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km² (76,27%). Sisanya seluas 33.278 km² (23,73%) adalah daratan.

Pulau-Pulau
Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395 pulau besar dan kecil. Pulau yang dihuni sebanyak 64 buah, yang tidak dihuni sebanyak 331 buah.
Pulau Halmahera (18.000 km²)
Pulau Cibi (3.900 km²)
Pulau Talabu (3.195 km²)
Pulau Bacan (2.878 km²)
Pulau Morotai (2.325 km²)
Pulau Ternate
Pulau Makian
Pulau Kayoa
Pulau Gebe


Sejarah
Sebelum Penjajahan
Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku), yaitu:
Kesultanan Bacan
Kesultanan Jailolo
Kesultanan Tidore
Kesultanan Ternate.


Pendudukan Militer Jepang
Pada era ini, Ternate menjadi pusat kedudukan penguasa Jepang untuk wilayah Pasifik.

Zaman Kemerdekaan

Orde Lama
Pada era ini, posisi dan peran Maluku Utara terus mengalami kemorosotan, kedudukannya sebagai karesidenan sempat dinikmati Ternate antara tahun 1945-1957. Setelah itu kedudukannya dibagi ke dalam beberapa Daerah Tingkat II (kabupaten).

Upaya merintis pembentukan Provinsi Maluku Utara telah dimulai sejak 19 September 1957. Ketika itu DPRD peralihan mengeluarkan keputusan untuk membentuk Provinsi Maluku Utara untuk mendukung perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 1956, namun upaya ini terhenti setelah munculnya peristiwa pemberontakan Permesta.

Pada tahun 1963, sejumlah tokoh partai politik seperti Partindo, PSII, NU, Partai Katolik dan Parkindo melanjutkan upaya yang pernah dilakukan dengan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) untuk memperjuangkan pembentukan Provinsi Maluku Utara. DPRD-GR merespons upaya ini dengan mengeluarkan resolusi Nomor 4/DPRD-GR/1964 yang intinya memberikan dukungan atas upaya pembentukan Provinsi Maluku Utara. Namun pergantian pemerintahan dari orde lama ke orde baru mengakibatkan upaya-upaya rintisan yang telah dilakukan tersebut tidak mendapat tindak lanjut yang kongkrit.


Orde Baru
Pada masa Orde Baru, daerah Moloku Kie Raha ini terbagi menjadi dua kabupaten dan satu kota administratif. Kabupaten Maluku Utara beribukota di Ternate, Kabupaten Halmahera Tengah beribukota di Soa Sio, Tidore, dan Kota Administratif Ternate beribukota di Kota Ternate. Ketiga daerah kabupaten/kota ini masih termasuk wilayah Provinsi Maluku.


Orde Reformasi
Pada masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, muncul pemikiran untuk melakukan percepatan pembangunan di beberapa wilayah potensial dengan membentuk provinsi-provinsi baru. Provinsi Maluku termasuk salah satu wilayah potensial yang perlu dilakukan percepatan pembangunan melalui pemekaran wilayah provinsi, terutama karena laju pembangunan antara wilayah utara dan selatan dan atau antara wilayah tengah dan tenggara yang tidak serasi.

Atas dasar itu, pemerintah membentuk Provinsi Maluku Utara (dengan ibukota sementara di Ternate) yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negera Nomor 3895).

Dengan demikian Provinsi ini secara resmi berdiri pada tanggal 12 Oktober 1999 sebagai pemekaran dari Provinsi Maluku dengan wilayah administrasi terdiri atas Kabupaten Maluku Utara, Kota Ternate, dan Kabupaten Maluku Utara.

Selanjutnya dibentuk lagi beberapa daerah otonom baru melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Sula Kepulauan, dan Kota Tidore.


Kabupaten dan Kota
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Halmahera Barat/Jailolo
2 Kabupaten Halmahera Tengah/Weda
3 Kabupaten Halmahera Utara/Tobelo
4 Kabupaten Halmahera Selatan/Labuha
5 Kabupaten Kepulauan Sula/Sanana
6 Kabupaten Halmahera Timur/Maba
7 Kabupaten Pulau Morotai/Morotai Selatan
8 Kota Ternate -
9 Kota Tidore Kepulauan


Dasar hukum:
UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2003

Tanggal penting:
4 Oktober 1999 (hari jadi)

Ibu kota:
Ternate

Gubernur:
Thaib Armain

Luas:
140.255,32 km² (total); 33.278 km² (daratan); 106.977,32 km² (lautan)

Penduduk:
970.443 (2005)

Kepadatan:
29

Kabupaten:
6

Kota:
2

Kecamatan:
45

Kelurahan/Desa:
730

Suku:
Suku Module, Suku Pagu, Suku Ternate, Suku Makian Barat, Suku Kao, Suku Tidore, Suku Buli, Suku Patani, Suku Maba, Suku Sawai, Suku Weda, Suku Gne, Suku Makian Timur, Suku Kayoa, Suku Bacan, Suku Sula, Suku Ange, Suku Siboyo, Suku Kadai, Suku Galela, Suku Tobelo, Suku Loloda, Suku Tobaru, Suku Sahu

Agama:
Islam (76,1%), Protestan (23,1%), Lainnya (0,8%)


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Maluku_Utara
http://infomalukuutara.blogspot.com/

Sumber Gambar:
http://www.cps-sss.org/web/images/provinsi/maluku_utara.png
http://id.wikipedia.org/wiki/Maluku_Utara Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE

Bangun Jalan di Perbatasan Perlu Rp7 Triliun

Ilustrasi Pembangunan (vivanews)
Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan bahwa pemerintah membutuhkan dana Rp7 triliun untuk membangun insfrasutruktur jalan perbatasan di seluruh Indonesia. Jalan tersebut nantinya akan dibangun di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, Brunei, Timor Leste, dan Papua Nugini.

"Kami butuh biaya yang amat besar untuk bisa menyelesaikan jalan di perbatasan," kata Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PU, Djoko Murjanto, ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat, 25 Januari 2013.

Jalan yang akan dibangun itu, menurut Djoko, sepanjang 2.000 kilometer. Sementara itu, tahun lalu, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk jalan perbatasan hanya sebesar Rp500 miliar.

Permasalahan konstruksi, dia menambahkan, untuk membangun jalan perbatasan memang berat. Sebab, medan yang dilewati alat-alat berat untuk konstruksi tidak bersahabat. Kondisi itu ditambah dengan kontur daratan yang membuat proses konstruksi semakin sulit.

"Kontraktor yang ingin membawa traktor ke wilayah perbatasan itu, traktornya harus dipreteli dulu dan baru disusun lagi di lokasi," kata Djoko.

Sementara itu, untuk bahan material jalan, dia melanjutkan, pemerintah mengutamakan penggunaan beton dibanding aspal. Sebab, untuk daerah perbatasan, beton dinilai lebih tahan kondisi cuaca dan tidak memerlukan perawatan intensif.

Namun,menurut Djoko, upaya ini akan dilakukan jika keadaan tanah di perbatasan tersebut memungkinkan. Sebab, untuk penggunaan beton kondisi tanah harus baik.

Kementerian PU, dia menambahkan, tidak bisa menyelesaikan permasalahan jalan perbatasan secara menyeluruh, melainkan harus parsial. Sebab, pembangunan jalan tersebut lebih banyak menunggu izin dari Kementerian Kehutanan, karena melewati kawasan hutan lindung.

Sumber : http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/385250-butuh-rp7-triliun-bangun-jalan-perbatasan Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE