Reklamasi Pulau Nipah, Sebuah Pembelajaran


Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengembangkan potensi Pulau-pulau kecil terluar (PPKT) tetapi hal itu memang tidak mudah. Disamping jumlahnya yang banyak juga karena lokasinya yang menyebar di seluruh persada nusantara. Pada 21/6/2011- Kompas menuliskan akan kondisi Warga dan pulau kecil di Indonesia tak terlindung dari aktivitas tambang merusak meski Mahkamah Konstitusi mengabulkan pembatalan pasal terkait hak pengusahaan perairan pesisir dalam UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Praktik pertambangan masih bisa berlindung di bawah UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara, sekalipun lokasinya di pulau-pulau kecil. ”Bagi masyarakat pesisir, secara umum percuma saja pembatalan Pasal HP3, tetapi pertambangan di pulau kecil tetap dibolehkan,” kata aktivis lingkungan di Nusa Tenggara Timur, Kristo Tara OFM, ketika dihubungi, Senin (20/6). Artinya tanpa adanya kepedulian dari segenap warga dan pemerintah daerah, maka akan sangat besar kerugiannya bila PPKT itu tidak bisa di rawat apalagi dikembangkan untuk pembangunan. Salah satu yang bisa kita lihat dari penanganan yang tidak baik terhadap pulau kecil terluar adalah Pulau Nipa. Pulau yang pasirnya diambil warga dengan harga hanya beberapa kilogram beras itu, ternyata harus  menghabiskan biaya 300 milyar lebih untuk merawatnya kembali. Belum lagi potensi kerugian wilayah. Sebab kalau pulau itu hilang maka hilang pulalah tanda batas negara.
Sebagaimana kita ketahui Indonesia mempunyai 92 pulau ppkt, dan 13 diantaranya sangat memerlukan perhatian khusus. Salah satu yang menarik diantaranya adalah pulau Nipa. Pengembangan kegiatan ekonomi di Pulau Nipah, Provinsi Kepulauan Riau, cukup penting, khususnya kalau dilihat dari upaya  untuk meningkatkan ketahanan nasional. Oleh karena itu, potensi dan prospek ekonomi Pulau Nipah perlu dibicarakan dengan menteri-menteri di bidang ekonomi.

Pulau Nipa
Pulau Nipa ( nipah), pada awalnya tahun 2000an sudah nyaris tenggelam, karena pasirnya di keruk dan di jual ke Singapura. Bayangkan harga pasir yang satu kubiknya setara dengan harga beras satu kilogram telah menjadi assets yang luar biasa bagi Singapura karena nilainya setara dengan 20 juta rupiah. Maka pelan tapi pasti pulau Nipa kian sirna. Kemhan melihat pulau ini sangat strategis karena lokasi dan posisinya sebagai salah satu titik dasar perbatasan Indonesia-Singaoura. Maka Kemhan mengusulkan dan melakukan kampanye untuk segera mereklamasinya.
Pemerintah kemudian menyepakati agar Departemen PU melakukan reklamasi. Maka mulai tahun  2004 proses reklamasi dimulai dan berahir tahun 2008. Akhir 2008, proses reklamasi selesai dikerjakan dengan biaya reklamasi lebih dari 300 milyar rupiah. Bisa dibayangkan betapa ruginya negara, hanya karena warga menjual pasir demi sekedar cari penghidupan sesuap nasi. Luas Pulau Nipa saat ini sekitar 60 hektar. Beberapa fasilitas yang sudah dibangun, antara lain, pos TNI Angkatan Laut, dermaga, dan mercusuar. Namun, sarana listrik dan air bersih masih terbatas. Listrik mengandalkan genset. Air bersih mengandalkan air hujan.
Pengembangan kegiatan ekonomi di Pulau Nipah, Provinsi Kepulauan Riau, cukup penting dalam rangka untuk meningkatkan ketahanan nasional. Tetapi itulah kenyataannya, disadari bahwa potensi dan prospek ekonomi Pulau Nipah sangat besar kalau dimanfaatkan sesuai dengan potensinya. Hanya saja memang ia memerlukan ide dan konsep yang tidak biasa. Artinya disatu sisi mampu memanfaatkan potensi yang ada untuk pelayanan kebutuhan pelayaran Internasional. Persoalannya mampukah berkreasi secara berkolaborasi dengan Singapura bersama membangun wilayah perbatasan dan menjadikannya pusat pertumbuhan ekonomi kawasan.
Nampaknya hal seperti itu masih sangat jauh dari kenyataan, yang ada dahulu adalah idenya Kementerian Kelautan untuk menyerahkan pengelolaannya pada perusahaan swasta dan itupun yang terbaca waktu itu, idenya hanya sekedar menjadikan wilayah pulau Nipa sekedar lokasi lego jangkar kapal-kapal yang tidak tertampung di Singapura. Padahal potensi yang demikian besar, lokasi yang sangat strategis, tetapi nyatanya memang kementerian terkait belum bisa mendapatkan partner yang pantas untuk mengembangkannya dan disanalah letak ketidak mampuan kita sebagai bangsa. Menemukan tokoh yang pantas dengan ide yang pantas pula?
Masih ingat PLN? Dua tahun yang lalu PLN adalah perusahaan “negara” yang biyar pet. Padahal potensinya luar biasa. Untunglah pemerintah menemukan Tokoh Dahlan Iskan. Yang ternyata kemudian bisa menjadikan PLN menjadi suatu pusat usaha energy yang sangat menjanjikan. Bayangkan betapa banyaknya BUMN kita yang terperangkap  “kepentingan” politik sesaat yang kemudian para pimpinan BUMN itu bukannya membawa kemaslahatan, tetapi malah menebar kebangkrutan luar biasa. Hal seperti itu pulalah yang bakal kita lihat di Pulau-pulau kecil terluar kita. Potensi besar, tetapi dikelola oleh orang-orang berjiawa kerdil, yang impiannya itu hanya sekedar bisa jalan.

Sumber : wilayahperbatasan.com, 22/6/2011

Leave a Reply