Bangun Pendidikan di Perbatasan!
Salah satu persoalan yang memicu polemik di perbatasan tak lepas dari dunia pendidikan. Selama ini pemerintah terkesan tidak memerhatikan pendidikan di kawasan perbatasan RI-Malaysia, di Kalimantan Barat.
Perbatasan Harus Kuat
Perbatasan : pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih karena dimensi yang terlibat cukup kompleks, seperti pertahanan-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya
Perbatasan Harus Sejahtera
Anggapan yang menyedihkan : Malaysia selama ini mengelola wilayah perbatasan secara lebih baik dibanding Indonesia
Selamatkan Perbatasan
Wilayah perbatasan : merujuk pada problematika masyarakat di wilayah perbatasan yang didominasi oleh minimnya infrastruktur dan rendahnya tingkat ekonomi warga
Archive for November 2011
Perbatasan Aceh-Sumut Membentuk Tulisan Allah
Written by rizkipd in
sejarah
Sejarah Tanah Papua
Nama asli pulau Papua masih tetap misterius hingga kini dan itulah
sebabnya mengapa orang asing silih berganti memberi nama seenaknya saja.
Sudah lebih dari selusin nama untuk pulau ini, khususnya Papua bagian
Barat.
Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Maksud apa disebut demikian, belum diketahui. Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama JANGGI.
Nama Tungki dan Janggi telah mengundang berbagai pendapat, kemungkinan nama TUNGKI yang sudah berubah dalam sebutannya menjadi Janggi atau sebaliknya. Pada akhir tahun 1300, Majapahit menggunakan dua nama, yakni WANIN dan SRAM. Nama Wanin, tentu tidak lain dari semenanjung Onin di daerah Fak-Fak dan SRAM, ialah pulau Seram di Maluku. Ada kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua nama ini disebut.
Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah beruba dalam sebutan menjadi PAPUA. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas.
Nama Nueva Guinee kemudian di-Belanda-kan menjadi NIEUW GUINEA. Pada tahun 1956, Belanda merubah nama Niew Guinea menjadi NEDERLANDS NIEUW GUINEA. Perubahan nama Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea mengandung maksud positif dan maksud negativ.
Positifnya ialah karena nama Nieuw Guinea sering dihubungkan dengan sejarah Hindia Belanda (Nederlands Indie) terutama pihak Indonesia sering menggunakan ini sebagai alasan menuntut Nieuw Guinea dari Belanda.
Negativnya ialah bahwa sebelum Nieuw Guinea dijual, lebih dahulu dijadikan milik Belanda. Hal ini terbukti kemudian bahwa Nederlands Nieuw Guinea bersama Nederlands Onderdaan yang hidup diatasnya dijual kepada Indonesia pada 1962. Belanda merasa berhak berbuat demikian karena sejak 1956, West Papua telah dijadikan miliknya.
Apa yang dilakukan Pemerintah Belanda dimasa itu, paralel dengan tindakan Synode Gereja Hervormd Belanda sebab pada tahun 1956 itu juga, melepaskan tanggung-jawabnya kepada Dewan Gereja-Gereja di Indonesia.
Pada tahun 1961, Komite Nasional Papua yang pertama menetapkan nama PAPUA BARAT. Pada masa Pemerintahan Sementera PBB (UNTEA), menggunakan dua nama, WEST NEW GUINEA/WEST IRIAN.
Pada tanggal 1 Mei 1963, Republik Indonesia menggunakan nama IRIAN BARAT. Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal 1 Juli 1971, Pemerintah Revolusioner sementara Republik West Papua di Markas Victoria, menggunakan nama WEST PAPUA.
Pada tahun 1973, Pemerintah Republik Indonesia di West Papua merubah nama IRIAN BARAT menjadi IRIAN JAYA. Pada tahun 2000 nama Irian Jaya kembali menjadi Papua hingga kini.
Nama Papua, aslinya Papa-Ua, asal dari bahasa Maluku Utara. Maksud sebenarnya bahwa di pulau ini tidak terdapat seorang raja yang memerintah disini sebagai seorang bapak, itulah sebabnya pulau dan penduduknya disebut demikian.
Papa-Ua artinya anak piatu. Dari sekian nama yang sudah disebut, Komite Nasional Papua pada tahun 1961, memilih dan menetapkan nama PAPUA., karena rakyat disini kelak disebut bangsa Papua dan tanah airnya Papua Barat (West Papua).
Alasan memilih nama Papua, karena sesuai dengan kenyataan bahwa penduduk pulau Papua sejak nenek moyang tidak terdapat dinasti yang memerintah atau raja disini sebagaimana yang ada dibagian bumi yang lain. Orang Papua berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah.
Tidak ada yang dipertuan untuk disembah dan tidak ada yang diperbudak untuk diperhamba. Raja-raja yang tumbuh seperti jamur di Indonesia, adalah akibat pengaruh pedagang bangsa Hindu dan Arab dimasa lampau.
Inilah sebabnya maka rakyat Papua anti kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme. Nenek moyang mereka tidak pernah menyembah-nyembah kepada orang lain, baik dalam lingkungan sendiri. Mereka lahir dan tumbuh diatas tanah airnya sendiri sebagai orang merdeka.
Nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisiepo, almahrum, orang yang pertama mengumumkan nama ini pada konperensi di Malino-Ujung Pandang pada tahun 1945, antara lain berkata: “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108).
Nama Irian diciptakan oleh seorang Indonesia asal Jawa bernama Soegoro, bekas buangan Digul-Atas tetapi dibebaskan sehabis Perang Dunia kedua dan pernah menjabat Direktur Sekolah Pendidikan administrasi pemerintahan di Hollandia antara tahun 1945-1946.
Perubahan nama Irian Barat menjadi Irian Jaya, terjadi pada tahun 1973, juga mengandung arti politik. Regiem Militer Indonesia tidak menginginkan adanya pembagian Pulau Papua menjadi dua dan berambisi guna menguasai seluruhnya. Pendirian ini berdasarkan pengalaman tetang adanya dua Vietnam-Selatan dan Utara, tentang adanya dua Jerman-Barat dan Timur, dan tentang adanya dua Korea-Selatan dan Utara. Irian Jaya, Irian yang dimenangkan. Jaya, victoria atau kemenangan. Jika huruf “Y” dipotong kakinya, maka akan terbaca Irian Java alias Irian Jawa.
sumber : hatta16.wordpress
Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE
Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Maksud apa disebut demikian, belum diketahui. Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama JANGGI.
Nama Tungki dan Janggi telah mengundang berbagai pendapat, kemungkinan nama TUNGKI yang sudah berubah dalam sebutannya menjadi Janggi atau sebaliknya. Pada akhir tahun 1300, Majapahit menggunakan dua nama, yakni WANIN dan SRAM. Nama Wanin, tentu tidak lain dari semenanjung Onin di daerah Fak-Fak dan SRAM, ialah pulau Seram di Maluku. Ada kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua nama ini disebut.
Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah beruba dalam sebutan menjadi PAPUA. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas.
Nama Nueva Guinee kemudian di-Belanda-kan menjadi NIEUW GUINEA. Pada tahun 1956, Belanda merubah nama Niew Guinea menjadi NEDERLANDS NIEUW GUINEA. Perubahan nama Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea mengandung maksud positif dan maksud negativ.
Positifnya ialah karena nama Nieuw Guinea sering dihubungkan dengan sejarah Hindia Belanda (Nederlands Indie) terutama pihak Indonesia sering menggunakan ini sebagai alasan menuntut Nieuw Guinea dari Belanda.
Negativnya ialah bahwa sebelum Nieuw Guinea dijual, lebih dahulu dijadikan milik Belanda. Hal ini terbukti kemudian bahwa Nederlands Nieuw Guinea bersama Nederlands Onderdaan yang hidup diatasnya dijual kepada Indonesia pada 1962. Belanda merasa berhak berbuat demikian karena sejak 1956, West Papua telah dijadikan miliknya.
Apa yang dilakukan Pemerintah Belanda dimasa itu, paralel dengan tindakan Synode Gereja Hervormd Belanda sebab pada tahun 1956 itu juga, melepaskan tanggung-jawabnya kepada Dewan Gereja-Gereja di Indonesia.
Pada tahun 1961, Komite Nasional Papua yang pertama menetapkan nama PAPUA BARAT. Pada masa Pemerintahan Sementera PBB (UNTEA), menggunakan dua nama, WEST NEW GUINEA/WEST IRIAN.
Pada tanggal 1 Mei 1963, Republik Indonesia menggunakan nama IRIAN BARAT. Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal 1 Juli 1971, Pemerintah Revolusioner sementara Republik West Papua di Markas Victoria, menggunakan nama WEST PAPUA.
Pada tahun 1973, Pemerintah Republik Indonesia di West Papua merubah nama IRIAN BARAT menjadi IRIAN JAYA. Pada tahun 2000 nama Irian Jaya kembali menjadi Papua hingga kini.
Nama Papua, aslinya Papa-Ua, asal dari bahasa Maluku Utara. Maksud sebenarnya bahwa di pulau ini tidak terdapat seorang raja yang memerintah disini sebagai seorang bapak, itulah sebabnya pulau dan penduduknya disebut demikian.
Papa-Ua artinya anak piatu. Dari sekian nama yang sudah disebut, Komite Nasional Papua pada tahun 1961, memilih dan menetapkan nama PAPUA., karena rakyat disini kelak disebut bangsa Papua dan tanah airnya Papua Barat (West Papua).
Alasan memilih nama Papua, karena sesuai dengan kenyataan bahwa penduduk pulau Papua sejak nenek moyang tidak terdapat dinasti yang memerintah atau raja disini sebagaimana yang ada dibagian bumi yang lain. Orang Papua berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah.
Tidak ada yang dipertuan untuk disembah dan tidak ada yang diperbudak untuk diperhamba. Raja-raja yang tumbuh seperti jamur di Indonesia, adalah akibat pengaruh pedagang bangsa Hindu dan Arab dimasa lampau.
Inilah sebabnya maka rakyat Papua anti kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme. Nenek moyang mereka tidak pernah menyembah-nyembah kepada orang lain, baik dalam lingkungan sendiri. Mereka lahir dan tumbuh diatas tanah airnya sendiri sebagai orang merdeka.
Nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisiepo, almahrum, orang yang pertama mengumumkan nama ini pada konperensi di Malino-Ujung Pandang pada tahun 1945, antara lain berkata: “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108).
Nama Irian diciptakan oleh seorang Indonesia asal Jawa bernama Soegoro, bekas buangan Digul-Atas tetapi dibebaskan sehabis Perang Dunia kedua dan pernah menjabat Direktur Sekolah Pendidikan administrasi pemerintahan di Hollandia antara tahun 1945-1946.
Perubahan nama Irian Barat menjadi Irian Jaya, terjadi pada tahun 1973, juga mengandung arti politik. Regiem Militer Indonesia tidak menginginkan adanya pembagian Pulau Papua menjadi dua dan berambisi guna menguasai seluruhnya. Pendirian ini berdasarkan pengalaman tetang adanya dua Vietnam-Selatan dan Utara, tentang adanya dua Jerman-Barat dan Timur, dan tentang adanya dua Korea-Selatan dan Utara. Irian Jaya, Irian yang dimenangkan. Jaya, victoria atau kemenangan. Jika huruf “Y” dipotong kakinya, maka akan terbaca Irian Java alias Irian Jawa.
sumber : hatta16.wordpress
Written by rizkipd in
laporan
Perbatasan Papua-PNG Masih Ditutup
Perbatasan
RI-Papua Nugini hingga kini masih ditutup menyusul berbagai aksi
penembakan di area PT Freeport Indonesia, di Timika, Papua.
Juru bicara Mabes TNI Marsekal Muda TNI Sagom Tamboen mengatakan,
hingga kini kedua negara sepakat untuk tetap menutup pintu perbatasan
RI-Papua Nugini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan terkait
insiden di area PT Freeport Indonesia. “Penutupan itu untuk
mengantisipasi dampak insiden tersebut, termasuk kemungkinan adanya
kepentingan asing terhadap insiden itu,” katanya.
Sementara rangkaian gangguan keamanan di Freeport dimulai saat pembakaran bus karyawan dan pos keamanan perusahaan di Mile 71 pada 8 Juli dini hari. Tiga hari kemudian terjadi penembakan di Mile 53 yang menewaskan Drew Nicholas Grant (38), pekerja Freeport asal Australia.
Esok harinya, petugas satuan keamanan (sekuriti) Freeport, Markus Rante Allo, juga tewas ditembak di Mile 51. Peristiwa terakhir, 13 Juli, jenazah provos Polda Papua, Brigadir Dua Marson Fredy Pettipelohi, ditemukan dengan luka parah di bagian leher di Mile 64.
Sagom menegaskan, semua insiden tersebut kini tengah diselidiki dan ditangani oleh aparat keamanan gabungan TNI/Polri. “Bahkan kami TNI/Polri juga terus melakukan patroli siaga di daerah-daerah rawan seperti Timika, agar situasi keamanan di Papua tetap kondusif,”ujarnya.
sumber : kampungtki
Written by rizkipd in
opini
Pembenahan Dan Pendayagunaan Wilayah Perbatasan Darat Di Papua
Oleh : Tim Puslitbang
Strahan Balitbang Dephan
Secara
geostrategis Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara
baik perbatasan
laut (perairan), udara maupun darat. 10 negara yang berbatasan laut
(perairan) dan udara yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam,
Philipina, Palau, Papua New Guinea (PNG), Australia, dan Timor Leste,
sedangkan negara yang memiliki perbatasan lengkap (laut, udara dan darat)
adalah Malaysia, Timor Leste dan PNG.
Perbatasan darat RI – PNG yang letaknya paling
Timur berada di Provinsi Papua. Daerah perbatasan darat RI-PNG di provinsi
Papua memiliki panjang perbatasan +770 km yang membentang dari Utara
ke Selatan mulai dari Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan
Bintang, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke. Daerah perbatasan
darat Papua merupakan salah satu daerah perbatasan yang sangat strategis
karena daerah tersebut dapat dijadikan barometer bagi stabilitas keamanan
dan sosial ekonomi seluruh warga negara. Karena lokasi daerah perbatasan
tersebut, merupakan daerah perbatasan darat paling jauh dan letaknya paling
timur, maka daerah perbatasan Papua disebut sebagai ”pintu gerbang
matahari terbit” (untuk kehidupan bangsa Indonesia). Permasalahan
tentang penetapan tapal batas antara RI-PNG di Provinsi Papua telah selesai
namun Joint Map yang dibuat belum sepenuhnya selesai hanya tinggal
beberapa lembar lagi.
Walaupun daerah perbatasan RI-PNG di Provinsi
Papua kaya akan sumber daya alamnya namun daerah tersebut memiliki berbagai
permasalahan antara lain kualitas sumber daya manusianya masih rendah,
daerahnya masih tertinggal, terisolir bahkan sangat kumuh, dan penyebaran
penduduknya tidak merata, bahkan terdapat 3000 orang warga PNG di daerah
Wara Smol Kabupaten Pegunungan Bintang yang sampai saat ini belum tuntas
penyelesaian statusnya. Selain permasalahan demografi, permasalahan lain
yang terjadi di wilayah perbatasan darat Papua adalah daerahnya rawan
terhadap bencana alam, mudah berkembangnya wabah penyakit, sering terjadi
konflik antar suku, bahkan dirasakan sangat rawan akan terjadi disintegrasi
bangsa.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas,
Departamen Pertahanan (Dephan) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pertahanan (Balitbang Dephan) melaksanakan kajian tentang
Pembenahan dan Pendayagunaan Wilayah Perbatasan Darat di Papua, guna
mendukung program pembangunan daerah perbatasan sesuai yang diamanatkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 – 2009 dalam
rangka menjaga keutuhan wilayah kedaulatan NKRI melalui penetapan hak dan
kedaulatan yang dijamin oleh hukum Internasional serta meningkatkan
masyarakat daerah perbatasan dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta keuntungan lokasi geografi yang sangat strategis untuk
berhubungan dengan negara tetangga.
Provinsi Papua yang dianggap sebagai provinsi
matahari terbit, perlu ada suatu gagasan atau pemikiran yang strategis
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah tersebut secara aman,
damai dan sejahtera, karena hasil analisis dari penelitian melalui
pendekatan-pendekatan kemanusiaan diperoleh data sebagai berikut :
a. Pendekatan secara psikologi, bahwa melakukan
pembangunan di derah perbatasan darat Papua dibutuhkan pendekatan secara
psikologi karena kesadaran akan nasib sesama sekaligus kewajiban mutlak
terhadap saudara sebangsa, yang tentunya merekapun menganggap bukan orang
lain.
b. Melihat dan mengikuti serta merasakan apa yang
menjadi masalah di daerah perbatasan darat Papua, mereka juga mau
menjelaskan dan memberi informasi yang tepat agar semua permasalahan dapat
terselesaikan secara aman dan transparan.
c. Dari hasil pendekatan studi kepustakaan, kunjungan,
observasi dan wawancara dengan penduduk lokal serta aparat menghasilkan
kurang lebih ada terobosan membuka keterbelakangan (transportasi, komunikasi,
kesejahteraan masyarakat (socio culture) serta pertahanan dan keamanan)
melalui pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat
secara komprehensif integral.
Jika pendekatan-pendekatan tersebut ditinjau dari
Aspek Asta Gatra maka hasil ideal yang didapatkan adalah sebagai berikut :
a. Geografi.
1) Tersedianya sarana dan prasarana jalan Trans Papua
dari Kota Jayapura sampai Kabupaten Merauke untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan menjaga stabilitas pertahanan dan keamanan.
2) Garis batas yang jelas dan telah diakui oleh
negara-negara didunia internasional sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati.
3) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang memadai.
b. Demografi.
1) Kualitas sumberdaya manusia meningkat yang ditandai
dengan keberhasilan program-program pendidikan, serta semakin baiknya
kesehatan masyarakat.
2) Persebaran penduduk yang merata di daerah perbatasan.
3) Tingkat pendapatan masyarakat yang tinggi
4) Terciptanya persatuan dan kesatuan yang kuat antara
penduduk lokal dengan pendatang.
c. Sumber Kekayaan Alam (SKA).
1) Terciptanya sistem pengelolaan sumber kekayaan alam
yang baik untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat di daerah perbatasan.
2) Terciptanya kemampuan penguasaan teknologi untuk
mengelola sumber kekayaan alam dan pelestariannya.
d. Ideologi.
1) Mampu mengimplementasikan pemahaman ideologi
Pancasila kedalam kehidupan sehari-hari.
2) Tingginya rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan
pada masyarakat di perbatasan.
e. Politik.
1) Adanya keseriusan dan prioritas Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam menangani permasalahan di perbatasan.
2) Tersedianya perjanjian-perjajian secara lengkap
mengenai perbatasan dengan PNG.
f. Ekonomi.
1) Meningkatnya pendapatan masyarakat di
daerah perbatasan
2) Tersedianya tempat-tempat untuk memasarkan hasil
pertanian, perkebunan dan perikanan untuk mengembangkan perekonomian rakyat.
3) Mampu memanfaatkan sumber kekayaan alam untuk
meningkatkan kesejahteraan dengan sebaik-baiknya.
g. Sosial Budaya.
1) Terwujudnya rasa kebersamaan dan saling membutuhkan
antara penduduk lokal dengan pendatang untuk mengatasi segala
perbedaan-perbedaan.
2) Terwujudnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi
pengaruh-pengaruh asing atau perubahan-perubahan yang terjadi.
h. Pertahanan dan Keamanan.
1) Terselenggaranya kekuatan pertahanan dan keamanan
untuk menjaga wilayah kedaulatan NKRI.
2) Meningkatnya kesadaran bela negara masyarakat di
daerah perbatasan.
3) Terwujudnya keinginan akan kebutuhan aparat pertahanan
dan keamanan di perbatasan.
Dari hasil analisis tersebut di atas perlu adanya
kebijakan yang tepat dalam pembenahan dan pendayagunaan daerah perbatasan
darat di Papua, yaitu ”Terwujudnya pembenahan dan pendayagunaan daerah
perbatasan Darat di Papua secara komprehensif integral melalui peningkatan
pengelolaan, sarana dan prasarana, peningkatan ekonomi, penataan batas darat
dan pemberian perhatian yang lebih besar kepada daerah perbatasan
sebagai ”veranda depan” negara dan pintu gerbang internasional,
serta pengembangan daerah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan dan
keamanan secara serasi dan bersama melalui pendayagunaan Iptek dan
peningkatan kualitas SDM”.
Melalui hasil penelitian dan pengkajian
yang diuraikan dari peninjauan aspek Asta Gatra maka perlu adanya perhatian
khusus melalui strategi pembenahan dan pendayagunaan guna penyelesaian
permasalahan di wilayah perbatasan darat RI-PNG di Provinsi Papua, yaitu :
peningkatan sarana prasarana, meningkatkan kualitas SDM,
meningkatkan ekonomi masyarakat, mengatur kembali peraturan
perundang-undangan, dan menerapkan Iptek.
Guna tercapainya strategi tersebut perlu ada upaya
yang harus didukung oleh seluruh elemen bangsa termasuk masyarakat Papua
sendiri untuk ikut andil dalam menyelenggarakan kebijakan pembenahan dan
pendayagunaan wilayah perbatasan darat di Papua.
Dari hasil kajian pembenahan dan pendayagunaan
daerah perbatasan darat di Papua diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Daerah di daerah perbatasan RI-PNG merupakan daerah
yang memiliki peran penting dan sebagai potret bangsa Indonesia di kawasan
Timur Indonesia. Potret tersebut menggambarkan tingkat kemakmuran bangsa
Indonesia khususnya di daerah Papua dan juga menggambarkan kondisi yang
sebenarnya tentang; keterisolasian daerah, sulitnya mendapat akses keluar,
tingkat ekonomi masyarakat yang miskin, kualitas SDM yang rendah dan
banyaknya pelanggaran hukum sampai ancaman terhadap kedaulatan NKRI.
2. Pembinaan daerah perbatasan RI-PNG selama ini
ditangani oleh berbagai instansi yang berbeda yang dalam pelaksanaannya
belum terkoordinasikan secara optimal, sehingga memungkinkan adanya
kesenjangan pembinaan khususnya dibidang kesejahteraan dan bidang pertahanan
dan keamanan. Oleh karena itu, pembinaan daerah perbatasan harus segera
dilakukan melalui kebijakan yang dapat diterapkan melalui pembenahan dan
pendayagunaan daerah perbatasan. Pelaksanaannya juga harus dilakukan satu
instansi yang dapat melaksanakan tugas secara terus menerus dengan melakukan
koordinasi lintas sektoral secara intensif.
3. Pembenahan dan pendayagunaan daerah perbatasan darat
Papua harus menggunakan suatu pola atau kerangka penanganan daerah
perbatasan yang menyeluruh (holistic). Meliputi berbagai sektor
kegiatan pembangunan yang terkoordinasikan melalui kerja sama yang
efektif mulai dari pemerintah pusat sampai ketingkat kabupaten/kota.
Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari
tingkat makro sampai tingkat mikro. Disusun berdasarkan proses yang
partisipatif baik secara horisontal di pusat maupun vertikal
dengan pemerintah daerah. Adapun jangkauan pelaksanaannya bersifat
strategis sampai dengan operasional.
Untuk mewujudkan dan mengaplikasikan konsep
pembenahan dan pendayagunaan daerah perbatasan darat RI-PNG perlu beberapa
saran, sebagai berikut :
1. Pembenahan suprastruktur dan infrastruktur melalui
pembinaan daerah perbatasan dengan lebih menitikberatkan pada penyelesaian
pembangunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang merupakan acuan dalam
pelaksanaan pembangunan di daerah perbatasan darat di Papua dan penyelesaian
pembangunan jalan tembus dari Kota Jayapura di sebelah Utara sampai
Kabupaten Merauke di sebelah Selatan (yang merupakan urat nadi kehidupan
masyarakat di perbatasan darat Papua).
2. Perlu segera menyelesaikan pembangunan
infrastruktur pendidikan, kesehatan, untuk meningkatkan kualitas SDM.
3. Perlu segera realisasi nyata suatu Badan/Lembaga di
tingkat nasional sesuai amanat UU Wilayah Negara yang menangani permasalahan
daerah perbatasan secara terpadu. Tujuannya untuk mempercepat pembangunan
dan menyelesaikan segala bentuk persoalan yang terjadi di daerah perbatasan
darat Papua baik masalah kesejahteraan maupun masalah pertahanan dan
keamanan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sumardiman, ”Kumpulan Perjanjian-Perjanjian
Internasional Tentang Batas-Batas Teritorial dan Sumber Alam Indonesia”.
Biro Hukum Setjen Dephan, Jakarta, 2007.
Badan Penelitian
Dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua, ”Studi Pemetaan Batas Wilayah
Provinsi Dan Kabupaten/Kota Provinsi Papua”.
Jayapura, 2002.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Merauke, ”Merauke Dalam
Angka Merouke in Figures 2006”. BPS Kab. Merauke, 2007.
Bapeda Kabupaten Pegunungan Bintang Dengan BPS Provinsi
Papua, ”Pegunungan Bintang Dalam Angka 2005”. BPS Provinsi Papua,
2005.
Bappeda Kabupaten Keerom dengan BPS Kabupaten Keerom,
Keerom Dalam Angka Keerom In Figures 2007. BPS Kab. Keerom, 2007.
Depsos
RI, “Pergeseran Pola Relasi Gender Keluarga Migran Di Indonesia”.
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Badan Pendidikan Dan
Penelitian Kesejahteraan Sosial Depsos RI, Jakarta, 2006.
Dinas Kependudukan Dan Permukiman Pemerintah Provinsi Papua,
“Data Dan Informasi Kependudukan Dan Permukiman Tahun 2007”.
Jayapura, 2007.
F.L.
Whitney, The Elements of Research, Prentice Hall Inc, New York, 1996.
Ida
Kade Sadnyana, SH, “Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang Pulau-Pulau
Kecil Pada Kawasan Perbatasan Republik Indonesia,. Jakarta, 2003.
Margaretha
Hanita, “Strategi Pertahanan Di Wilayah Perbatasan Dengan Negara Tetangga
Dalam Perspektif Ketahanan Nasional (Studi Kasus Daerah Perbatasan Di
Kalimantan, Papua Dan Timor Barat)”,Tesis Program Pasca Sarjana UI
Pengkajian Ketahanan Nasional, 2002.
Laporan
Perkembangan Pelaksanaan Tugas Panitia AD HOC IV DPD RI pada sidang
Paripurna ke 15 masa sidang IV Tahun sidang 2007-2008 (DEWAN PERWAKILAN
DAERAH RI)
Pemerintah
Kabupaten Keerom, “Album Peta Kabupaten Keerom”. 2006.
Pemerintah Kabupaten Keerom, “Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Keerom Laporan Final”. Lembaga Teknologi Fakultas Teknik UI, Jakarta, 2007.
Pemerintah Kabupaten Keerom, “Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah
Kabupaten Keerom”. Basis Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten
Keerom, 2006.
Riant
Nugroho D. & Tri Hanurita S., “Tatanan Indonesia Solusi Pembangunan Politik
Negara Berkembang”. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005.
Wahono, RI, “Jenis-Jenis
Penelitian, Bahan-Bahan Kuliah Metodologi Penelitian”. Program Pascasarjana
UI, Pengkajian Ketahanan Nasional, Jakarta, 2000.
Yudi
Latif, “Masa Depan Papua Pasca Keputusan Mahkaman Konstitusi”, (jurnal
Konstitusi Jakarta, Vol. I Nomor 2, Desember 2004).
Koran :
Kompas,
Kedaulatan Wilayah, “Papua Sudah Final Soal Negara Kesatuan R”. Jayapura,
2008.
Suara Pembaharuan, “Diteliti,
Pencemaran Lingkungan di Perbatasan RI-Papua Nugini”.
Jakarta, 2006.
sumber : buletin litbang
Written by rizkipd in
laporan
Panglima: TNI Fokus Jaga Perbatasan Papua
|
Written by rizkipd in
opini
Bantuan Gagal Makmurkan Timor Timur
DILI–Satu dekade setelah memisahkan diri dari Indonesia, Timor Timur belum juga terbebas dari belitan kemiskinan. Situs AL JAZEERA mencatat bahwa seluruh bantuan yang masuk wilayah tersebut telah gagal memakmurkan masyarakat Timor Timur. Pemisahan Timor Timur dari wilayah Indonesia merupakan salah satu inisiatif Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang paling mahal.
Berdasar data yang dikutip Associated Press, sejak tahun 1999, Timor Timur telah menerima bantuan senilai 8,8 miliar dolar AS. Di antara bantuan tersebut dimanfaatkan untuk membiayai proses pedamaian pasca referendum. Hanya di bawah 10 persen dari nilai bantuan itu mengalir untuk pengembangan ekonomi masyarakat setempat.
Jika dihitung rata-rata, setiap warga Timor Timur dalam satu dekade terakhir mendapatkan bantuan sekitar 8.000 dolar AS. Saat ini, penduduk negara tersebut berjumlah 1,1 jiwa. Angka rata-rata itu tergolong paling tinggi di dunia.
Menurut salah satu pene! liti dari Dili, La’o Hamutuk, sebesar 5,2 miliar dolar AS bantuan yang masuk ke Timor Timur berasal dari komunitas internasional. Sedangkan sisanya, sekitar 3 miliar dolar AS merupakan bantuan untuk membiayai tentara perdamaian, utamanya berasal dari Australia dan Selandia Baru.
Dalam 10 tahun terakhir, seperti ditulis situs tersebut, warga miskin di Timor Timur melonjak 14 persen menjadi sekitar 522 ribu jiwa. Sebanyak 60 persen di wilayah itu tercatat menderita gizi buruk.
Charles Scheiner, salah satu penulis hasil penelitian La’o Hamutuk mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi hal yang sulit diwujudkan di wilayah tersebut. ”Bahkan, saya pikir, PBB juga lembaga internasional lainnya yang terjun ke Timor Timur, tidak pernah secara serius mewujudkannya,” ujar dia di Dili.
Menanggapi masalah itu, Presiden Timor Timur, Jose Ramos Horta, mengungkapkan, seandainya setengah dari total bantuan bisa dialokasikan secara bijak, kemiskinan d! i wilayahnya bisa diberantas. Bantuan itu, kata dia, bakal men! ghadirkan transformasi ekonomi maupun sosial di Timor Timur, seandainya dimanfaatkan sebagaimana metinya.
”Kita bakal punya infrastruktur yang lebih baik. Sistem telekomunikasi, listrik, juga akan lebih baik. Kemiskinan juga bisa ditekan,” tutur dia. Karena itu, sambung Horta, pola penyaluran bantuan PBB dan pembiayaan operasi lembaga tersebut di Timor Timur menjadi persoalan yang krusial.
Atul Khare, yang telah memimpin operasi PBB di Timor Timur sejak 2006, membantah laporan tersebut. Menurut dia, sejak tahun 1999 negara itu telah mencatat kemajuan yang signifikan. Data yang akurat soal Timor Timur, kata dia, bakal dirilis tahun depan, seiring dengan dijalankannya sensus.
(Republika online, 10/9/2009)
Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE
Berdasar data yang dikutip Associated Press, sejak tahun 1999, Timor Timur telah menerima bantuan senilai 8,8 miliar dolar AS. Di antara bantuan tersebut dimanfaatkan untuk membiayai proses pedamaian pasca referendum. Hanya di bawah 10 persen dari nilai bantuan itu mengalir untuk pengembangan ekonomi masyarakat setempat.
Jika dihitung rata-rata, setiap warga Timor Timur dalam satu dekade terakhir mendapatkan bantuan sekitar 8.000 dolar AS. Saat ini, penduduk negara tersebut berjumlah 1,1 jiwa. Angka rata-rata itu tergolong paling tinggi di dunia.
Menurut salah satu pene! liti dari Dili, La’o Hamutuk, sebesar 5,2 miliar dolar AS bantuan yang masuk ke Timor Timur berasal dari komunitas internasional. Sedangkan sisanya, sekitar 3 miliar dolar AS merupakan bantuan untuk membiayai tentara perdamaian, utamanya berasal dari Australia dan Selandia Baru.
Dalam 10 tahun terakhir, seperti ditulis situs tersebut, warga miskin di Timor Timur melonjak 14 persen menjadi sekitar 522 ribu jiwa. Sebanyak 60 persen di wilayah itu tercatat menderita gizi buruk.
Charles Scheiner, salah satu penulis hasil penelitian La’o Hamutuk mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi hal yang sulit diwujudkan di wilayah tersebut. ”Bahkan, saya pikir, PBB juga lembaga internasional lainnya yang terjun ke Timor Timur, tidak pernah secara serius mewujudkannya,” ujar dia di Dili.
Menanggapi masalah itu, Presiden Timor Timur, Jose Ramos Horta, mengungkapkan, seandainya setengah dari total bantuan bisa dialokasikan secara bijak, kemiskinan d! i wilayahnya bisa diberantas. Bantuan itu, kata dia, bakal men! ghadirkan transformasi ekonomi maupun sosial di Timor Timur, seandainya dimanfaatkan sebagaimana metinya.
”Kita bakal punya infrastruktur yang lebih baik. Sistem telekomunikasi, listrik, juga akan lebih baik. Kemiskinan juga bisa ditekan,” tutur dia. Karena itu, sambung Horta, pola penyaluran bantuan PBB dan pembiayaan operasi lembaga tersebut di Timor Timur menjadi persoalan yang krusial.
Atul Khare, yang telah memimpin operasi PBB di Timor Timur sejak 2006, membantah laporan tersebut. Menurut dia, sejak tahun 1999 negara itu telah mencatat kemajuan yang signifikan. Data yang akurat soal Timor Timur, kata dia, bakal dirilis tahun depan, seiring dengan dijalankannya sensus.
(Republika online, 10/9/2009)
Written by rizkipd in
sejarah
Insiden perbatasan Indonesia dan Timor Leste
Insiden perbatasan Timor-Timur adalah insiden yang terjadi di perbatasan Timor Leste dengan Indonesia.
21 April 2005 - Lettu Teddy Setiawan ditembak mati polisi perbatasan Timor Leste.
6 Januari 2006 - Tiga penduduk NTT ditembak mati oleh polisi perbatasan Timor Leste.
Insiden 6 Januari 2006
Tiga orang yang dinyatakan sebagai warganegara Indonesia, Stanis Maubere, Jose Mausorte, dan Candido Mariano, terjadi pada pukul 11.45 WITA. Ketiganya sedang memancing bersama dua orang lainnya. Karena lapar, ketiga orang tersebut menyeberangi sungai dan menuju sebuah ladang jagung yang berada di wilayah Timor Timur untuk mengambil jagung. Saat sedang berada di sana, mereka dipergoki petugas kepolisian Timor Timur. Menurut versi Timor Timur, tiga orang tersebut berusaha merebut senjata polisi, namun beberapa saksi yang selamat mengatakan mereka langsung ditembak ketika dipergoki.
Salah satu korban, Jose Mausorte, ternyata kemudian diketahui sebagai warga Timor Timur sehingga jenazahnya tidak dikembalikan ke Indonesia.
sumber : wikipedia
Source » http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1iqMzJQhE
21 April 2005 - Lettu Teddy Setiawan ditembak mati polisi perbatasan Timor Leste.
6 Januari 2006 - Tiga penduduk NTT ditembak mati oleh polisi perbatasan Timor Leste.
Insiden 6 Januari 2006
Tiga orang yang dinyatakan sebagai warganegara Indonesia, Stanis Maubere, Jose Mausorte, dan Candido Mariano, terjadi pada pukul 11.45 WITA. Ketiganya sedang memancing bersama dua orang lainnya. Karena lapar, ketiga orang tersebut menyeberangi sungai dan menuju sebuah ladang jagung yang berada di wilayah Timor Timur untuk mengambil jagung. Saat sedang berada di sana, mereka dipergoki petugas kepolisian Timor Timur. Menurut versi Timor Timur, tiga orang tersebut berusaha merebut senjata polisi, namun beberapa saksi yang selamat mengatakan mereka langsung ditembak ketika dipergoki.
Salah satu korban, Jose Mausorte, ternyata kemudian diketahui sebagai warga Timor Timur sehingga jenazahnya tidak dikembalikan ke Indonesia.
sumber : wikipedia
Written by rizkipd in
laporan
RI-Tomor Leste : Kopral Jadi Hakim
M. Rizal – detikNews
Masyarakat di sepanjang wilayah perbatasan RI-Timor Leste sering terlibat perkelahian atau konflik. Bila tidak diselesaikan bisa-bisa konflik ini berujung menjadi persoalan nasional atau bahkan internasional.
Hanya saja, banyak persoalan-persoalan konflik baik menyangkut persoalan keluarga, antar warga kampung yang harus diselesaikan melalui hukum adat. Tak jarang, penduduk meminta petugas penjaga perbatasan seperti pasukan TNI untuk menjadi penengahnya. Warga memilih mendatangi pos-pos TNI karena sangat jauh bila harus kantor kelurahan, kantor polisi apalagi pengadilan.
“Bayangkan saja, Mas. Di pos kita yang pangkatnya Kopral selain harus menjaga garis batas, mengamankan patok perbatasan, ya harus mampu menyelesaikan persoalan yang terjadi di sana. Bahkan, harus menjadi seorang hakim, menengahi persengketaan yang timbul di antara warga itu,” ungkap Perwira Operasi Satgas Pamtas RI-RDTL Letnan Satu Infanteri Ferry Perbawa kepada detik+.
Biasanya kalau ada konflik, anggota TNI yang diminta menyelesaikan persoalan, juga meminta para tokoh kampung dan kepala desa serta keluarga yang bersengketa berkumpul bersama. Konflik biasanya mulai dari hal sepele seperti soal utang piutang, hewan ternak yang menyeberang ke pekarangan tetangga dan persoalan anak.
Sidang disaksikan Ketua Adat Kampung, Kepala Desa, dan dua kelompok yang sengketa. Personel TNI yang bertugas sebagai ‘hakim’ lantas menanyakan apa persoalannya. Lalu menerangkan mana yang salah mana yang benar. Kalau sudah paham lalu ada saling pengertian dan kadang juga ada yang harus bayar denda atau sebagainya.
Sesuai adat di wilayah NTT termasuk di wilayah perbatasan, denda adat yang harus dibayarkan tergantung kesalahannya, apakah berat, sedang atau ringan. Biasanya denda berupa beberapa hewan ternak seperti sapi, kerbau atau sapi, sejumlah uang dan juga sopi (minuman khas NTT).
“Nah, kadang kita sendiri yang pendatang bingung dengan adat masyarakat di sini. Mereka mengumpulkan harta itu ya untuk urusan adat, bukan berupaya mencerdaskan anak-cucunya dengan pendidikan atau pengembangan usaha,” terang Ferry sambil tersenyum dan geleng-geleng kepala.
Memang tidak sedikit kaum pendatang melihat adat istiadat justru membuat warga perbatasan menjadi miskin. Warga sebenarnya memiliki kekayaan yang berupa hewan peliharaan. Tapi hewan peliharaan ini biasanya habis bukan untuk biaya pendidikan ataupun modal usaha. Sering kali semua habis untuk kepentingan adat istiadat seperti pernikahan, prosesi upacara bila ada sanak keluarga yang meninggal dunia, dan termasuk berjudi.
Untuk pernikahan, misalnya, masyarakat sekitar Pulau Timor yang mendapatkan pasangan wanita asal Rote (Pulau Rote yang berhadapan dengan Kupang), harus membayar ‘belis’ semacam mahar atau ganti rugi. Belisnya sangat besar.
“Tujuh sapi, uang Rp 7 juta, 7 babi, 7 krat Sopi (semacam minuman keras tradisional setempat), itu yang harus dibayar,” jelas Jessy.
Oleh karena itu, kehadiran Satgas Pamtas RI-RDTL selain menjaga keamanan wilayah, juga tugasnya memberikan sosialisasi banyak hal kepada masyarakat. Sosialisasi mulai dari mengajarkan lagu-lagu perjuangan, memberi tahu penyelundupan itu melanggar hukum juga sampai mengajari mereka bercocok tanam yang baik.
Komandan Kompi III Satgas Pamtas, Letnan Satu Infanteri SM Rori menuturkan, sejak tahun 1975 ketika Timor Timur menjadi wilayah Indonesia, sampai mereka pisah tahun 1999, lalu sampai sekarang, di wilayah perbatasan tidak pernah dilakukan upacara HUT RI setiap tanggal 17 Agustusan. “Baru tahun 2011 kemarin saja sekolah-sekolah kita beri tahu dan melaksanakan perayaan HUT RI dan mengibarkan Merah Putih,” terang Rori.
Rori mengatakan, biasanya setiap tanggal 17 Agustus hanya perwakilan-perwakilan kepala kampung atau adat saja yang diajak berkumpul di kantor kecamatan untuk merayakannya. Alexander Turi, warga Silawan juga mengakui hal itu, karena persoalan begitu jauhnya untuk mencapai kantor kecamatan jarang yang mengikutinya juga.
“Kenapa selama ini sejak tahun 1975 sampai kemarin (2010) kita tidak merayakan HUT RI setiap 17 Agustus, penduduk selalu bilang, ‘Ya yang merdeka itu kan hanya Jawa saja’. Tapi baru kemarin kita adakan peringatan HUT RI dengan upacara, perlombaan-perlombaan mulai dari sepakbola sampai permainan lainnya. Hampir semua warga mengikuti upacara ini,” terang Alexander, yang menjadi penjaga SD Katolik Nanaeklot, Silawan, Kabupaten Belu ini.
Dari pantuan detik+, kebanyakan anak-anak sekolah di wilayah perbatasan bahkan tidak begitu mengerti tentang lagu-lagu perjuangan. Bahkan seorang prajurit TNI yang menjadi relawan mengajar di sejumlah sekolah sampai-sampai geleng-geleng kepala.
“Lagu Indonesia Raya saja mereka tidak hapal. Makanya kita pelan-pelan ajari mereka. Ini saudara kita semua. Sekarang alhamdulillah sudah bisa semua, walau kadang sering lupa juga,” kata Sersan Chandra, seorang bintara komunikasi di Kompi III Satgas Pamtas, Yonif 743/PYS ini.
(zal/fay)
sumber : jakarta45.blogspot.com
Written by rizkipd in
laporan
RI-Timor Leste : Merasa Satu Saudara, Melenggang Bebas Saja
Belu – “Avrigado..avrigado.. Silakan masuk dan duduk,” ajak polisi Timor Leste. Polisi berseragam loreng abu-abu biru itu tampak ramah. Mereka menyalami semua rombongan dari Indonesia yang datang ke Pos Keamanan Perbatasan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).
Pos ditandai dengan papan nama. Di papan nama itu tertulis berbahasa Portugis atau Puorto “Bemvindo Para Posto de Unidade de Policia Fronteira em Has Naruk de Cowa-Balibo-Bobonaro.” Artinya, “Selamat datang di Pos UPF Has Naruk, Cowa, Balibo, Bobonaro.”
Para tamu yang datang adalah rombongan wartawan media massa Indonesia termasuk detik+. Rombongan diantar 4 anggota TNI yang tergabung dalam Satgas Pamtas RI-Republik Demokratik Timor Leste yang bertugas di Pos Solare, Desa Tulakadi, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Polisi Timor Leste lalu mempersilakan rombongan untuk duduk di sebuah gubuk tradisional khas Timor Leste yang terbuat dari kayu dan ditutupi atap daun lontar. Gubuk ini merupakan tempat pertemuan tradisional masyarakat di Pulau Timor.
Di samping gubuk itu berdiri bangunan baru berukuran sekitar 10 x 10 meter yang dijadikan Pos Penjaga Keamanan. Di depan bangunan berkibar-kibar bendera negara Timor Leste, yang diadopsi dari bendera pergerakan Frente Revolucionare de Timor Leste Independente (Fretilin). 20 Meter di depannya berdiri Pos Tinjau setinggi 10-15 meter. Dari pos tinjau ini terlihat jelas Pos Solare, Satgas Pamtas RI-RDTL, Yonif 743/PYS.
Polisi Timor Leste awalnya nampak kaku dan curiga menerima para tamu yang datang. Namun setelah diajak bicara anggota TNI, mereka mulai ramah dan mau diajak mengobrol dengan santai. Bahkan, kedua polisi ini pun menyuguhi ‘tamu tak diundang’ ini dengan teh manis dan pisang goreng serta buah pisang yang baru dipetik di belakang halaman posnya.
“Silakan diminum, cuma ini yang kita punya. Karena di sini jauh ke mana-mana,” ucap Kopral Kepala Pasteur dengan bahasa Indonesia.
Secangkir teh hangat dan pisang, ternyata cepat menghilangkan lelah dan pegal setelah menembus belasan kilometer hutan dan perbukitan dengan pepohonan kering. Apalagi di kedua pasukan penjaga perbatasan itu dan sejumlah wartawan mulai terlihat obrolan santai. Suasana menjadi cair.
“Kita memang sering datang ke sini, atau mereka datang ke pos kita. Apalagi kalau mereka ini kekurangan logistik, baru mereka datang ke pos meminta bantuan untuk membelikan makanan di pasar di Dusun Solare,” kata Komandan Pos Salore Sersan Satu (Sertu) Putu Sukayadnya kepada detik+.
Setiap harinya, TNI menerjunkan satu regu atau antara 10-15 personel di Pos Perbatasan Timor Leste dengan sistem rolling satu tahun. Sementara, pos jaga Timor Leste setiap hari hanya dijaga 5 orang petugas dengan sistem rolling 15 hari diganti.
“Tapi nggak tahu kok mereka kadang hanya 2-3 yang terlihat berjaga. Kadang mereka suka susah diajak patroli bersama. Kalau sudah begitu, kita yang maksa jemput mereka untuk patroli bareng,” ujar Putu sambil tertawa.
Sersan Bizzaro, anggota polisi Timor Leste di Pos Has Naruk, menjelaskan penjaga hanya dua personel karena ada pergantian waktu dengan rekannya yang lain. Sementara komandannya memang tidak berada di pos ini, tapi di markasnya di Cowa.
“Kita selalu rolling. Kita selalu jaga sama TNI di perbatasan sini. Ya kita juga suka ke sana. Memang di sini ada pasar baru, tapi tidak tahu, tidak pernah ditempati,” katanya.
Bizzaro mengaku, keakraban rekan-rekannya dengan anggota TNI tidak aneh, apalagi dengan masyarakat NTT yang ada di perbatasan. Mereka merasa tetap bersaudara dengan Indonesia meskipun sudah berpisah sebagai negara.
“Kita ini satu daratan, daratan Timor. Kita cuma dipisahkan karena persoalan politik, toh. Jadi apalagi, ya minum teh dan makan pisang ini saja bareng-bareng,” ujar Bizzaro ditimpali tawa semua orang yang hadir di situ.
Setelah sekitar satu jam lebih ngobrol, serta bernarsis ria alias berfoto dengan kedua polisi Timor Leste dan anggota TNI, rombongan pun kembali ke Pos Solare. “Selamat bertugas kawan, sampai berjumpa lagi. Maaf kalau hidangan tak bagus,” ucap Bizzaro dan Pasteur kepada rombongan.
Ia lantas melambaikan tangan dan mengantar ke tapal batas, sebuah sungai yang membatasi kedua wiilayah di tengah hutan itu.
Tidak hanya pasukan TNI yang bisa dengan gampang mendatangi pos polisi perbatasan Timor Leste. Di Pos Pintu Lintas Batas (PLB) Motaain, Kabupate Belu pun, beberapa anggota polisi Timor Leste terlihat begitu bebas masuk wilayah Indonesia. Misalnya seperti yang dilakukan Da Silva.
Dengan kendaraan motor trail merek Honsyung, Da Silva masuk dari arah Timor Leste mendekati pos penjagaan Satgas Pamtas RI-RDTL. Ia terlibat pembicaraan dengan anggota TNI yang sedang berjaga. Tidak lama kemudian seorang warga Motaain datang membawa tentengan tas plastik warna hitam yang berisi makanan dan minuman.
Da Silva sendiri hanya berdiri di atas motornya tepat di atas garis berwarna kuning di atas jembatan yang tidak jauh di pos penjagaan Motaain. Sebelum membalikan motornya, Da Silva sempat memberikan hormat kepada anggota TNI.
“Saya habis membeli makanan di sini. Di sana tidak ada, sudah habis. Ke sini lebih dekat,” ujarnya ketika sejumlah wartawan Indonesia menanyakan kenapa dirinya begitu bebas keluar masuk perbatasan ini.
Setelah memberikan salam komando kepada sejumlah wartawan ia pun kembali bergegas dengan motor trailnya itu ke poskonya yang berjarak sekitar 200-300 meter itu.
Sementara itu Komandan Pos Pamtas RI-RDTL di PLB Motaain, Letnan Satu Inf Agus Kurniawan memaklumi tingkah Da Silva dan polisi Timor Leste lainnya. Polisi Timor Leste lebih memilih membeli makanan di wilayah Indonesia karena di negaranya makanan mahal dan jumlahnya pun terbatas.
“Di sana juga mereka kondisi ekonominya susah. Mereka memang menggunakan uang dollar, barang-barang di sana mahal, tapi tidak punya barang apapun. Ya di sini kan serba ada dan murah,” terang Agus.
Hingga saat ini memang belum ada konflik menonjol antar petugas keamanan kedua negara dan warganya. Hal ini salah satunya disebabkan masyarakat Pulau Timor atau Soe memiliki kekerabatan dan persaudaraan yang tinggi. Sejauh ini konflik yang terjadi bukan konflik yang besar. Konflik yang ada antara lain akibat persoalan keluarga, kasus sengketa hewan ternak yang melintas ke batas negara tetangga.
“Kalau sudah soal ini biasanya suka terjadi konflik atau pembunuhan. Nah, kalau sudah begini biasanya diselesaikan secara adat,” jelas Agus.
Penyelesaian adat yakni dengan cara bayar ‘belis’, semacam ganti rugi, baik berupa sebidang tanah, hewan ternak ataupun sope (minuman arak tradisional Timor). Kebanyakan warga di perbatasan merasa mereka hanya dipisahkan secara historis oleh persoalan politik semata, sehingga di antara mereka masih menilai warga di NTT dan Timor Leste masih satu saudara.
“Tapi ini sekarang juga menimbulkan masalah, ya itu soal pelintas batas, karena mereka kadang tidak tahu soal ini,” pungkas Agus.
sumber : jakarta45.blogspot.com
Written by rizkipd in
laporan
Perbatasan Indonesia dan Singapura
Sejalan dengan himbauan dari PBB bahwa setiap negara di Dunia harus membuat perjanjian perbatasan dengan Negara tetangganya. Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangi perjanjian perbatasan laut kedua negara di segmen barat. Acara penandatanganan itu dilakukan oleh Menlu RI Hassan Wirajuda dan Menlu Singapura George Yeo di Gedung Pancasila, Departemen Luar Negeri, Jakarta, Selasa.
"Perjanjian (yang ditandatangani) ini adalah perjanjian batas laut bagian barat di dekat Tuas-Pulau Nipa," kata Hassan. Hassan menjelaskan bahwa perjanjian itu adalah perjanjian perbatasan laut kedua yang disepakati oleh kedua negara.
"Perjanjian sebelumnya ditandatangani pada 25 Mei 1973," katanya. Menurut Hassan, penandatangan perjanjian itu merupakan cermin dari komitmen kedua negara untuk mematuhi Hukum Laut Internasional. Penandatangan perjanjian batas laut tersebut, kata dia, juga akan mendorong peningkatan kerjasama dwipihak.
Mengingat Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara di kawasan maka diplomasi perbatasan merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan hubungan bertetangga yang baik. Pada kesempatan itu Menlu juga mengatakan bahwa keberhasilan perundingan perjanjian batas laut segmen barat itu memberikan optimisme penyelesaian perundingan perjanjian batas laut segmen timur sekali pun tidak memberikan tenggat untuk perundingan segmen timur tersebut.
Sementara itu, Menlu Singapura George Yeo mengatakan bahwa seusai proses ratifikasi perjanjian batas laut segmen barat itu maka perundingan batas laut segmen timur akan segera dilakukan. Dengan selesainya batas laut wilayah pada segmen barat itu maka masih terdapat segmen timur 1 dan timur 2 yang perlu dirundingkan.
Written by rizkipd in
opini
Persoalan Perbatasan Indonesia
Berdasarkan data geografis, luas wilayah RI sebesar 8 juta kilometer persegi yang terdiri dari daratan seluas 1,9 juta kilometer persegi, dan laut seluas 5,8 juta kilometer persegi. Luas tersebut terdiri dari 17.500 pulau dan 9.634 diantaranya belum memiliki nama.
Indonesia sebagai suatu negara-bangsa sudah diakui kedaulatannya secara internal maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan suatu negara dapat dinyatakan secara formal dengan keberadaan wilayah/teritori beserta dengan penduduk dan pemerintahan di dalamnya. Secara eksternal, kedaulatan suatu negara ditunjukkan dengan adanya pengakuan (recognition) dari negara-negara lain. Secara demikian, wilayah perbatasan negara mempunyai peranan dan nilai strategis dalam mendukung tegaknya kedaulatan negara, sehingga pemerintah Indonesia wajib memperhatikan secara sungguh-sungguh kesejahteraan dan keamanan nasional. Hal inilah yang diamanatkan Pembukaan UUD 1945 terhadap pemerintah negara, mendorong peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitar, dan memperkuat kondisi ketahanan masyarakat dalam pertahanan negara. Wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian karena kondisi tersebut akan mendukung keamanan nasional dalam kerangka NKRI.
Beberapa permasalahan yang dihadapi daerah perbatasan darat negara antara lain: Pertama, belum tuntasnya kesepakatan perbatasan antar negara, kerusakan tanda-tanda fisik perbatasan dan belum tersosialisasinya secara baik batas negara kepada aparat pemerintah dan masyarakat. Kedua, kesenjangan kesejahteraan masyarakat, baik ekonomi maupun sosial. Ketiga, luas dan jauhnya wilayah perbatasan dari pusat pemerintahan Propinsi dan Kabupaten; keterbatasan aksesbilitas yang mengakibatkan sulitnya dilakukan pembinaan, pengawasan dan pengamanan; Keempat, penyebaran penduduk yang tidak merata dengan kualitas SDM yang rendah. Kondisi ini diperparah dengan eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terkendali khususnya hutan secara legal maupun ilegal yang mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup. Lemahnya penegakan hukum serta kesenjangan ekonomi antar wilayah di negara yang berbatasan mendorong terjadinya kegiatan ilegal di daerah perbatasan darat seperti perdagangan ilegal, lintas batas ilegal, penambangan ilegal dan penebangan hutan ilegal.
Popular Articles
Arsip
-
▼
2011
(53)
-
▼
November
(11)
- Perbatasan Aceh-Sumut Membentuk Tulisan Allah
- Sejarah Tanah Papua
- Perbatasan Papua-PNG Masih Ditutup
- Pembenahan Dan Pendayagunaan Wilayah Perbatasan Da...
- Panglima: TNI Fokus Jaga Perbatasan Papua
- Bantuan Gagal Makmurkan Timor Timur
- Insiden perbatasan Indonesia dan Timor Leste
- RI-Tomor Leste : Kopral Jadi Hakim
- RI-Timor Leste : Merasa Satu Saudara, Melenggang B...
- Perbatasan Indonesia dan Singapura
- Persoalan Perbatasan Indonesia
-
▼
November
(11)